KOMPAS.com – Benarkah Indonesia punya banyak minyak bumi dan gas alam (migas)? Betulkah juga negeri ini berlimpah migas, apalagi Indonesia tercatat menjadi anggota negara-negara pengekspor minyak (OPEC)? Atau itu cuma mitos?
“Indonesia sudah jadi net importer minyak sejak 2004. Dengan kondisi sekarang, Indonesia juga akan menjadi net importer gas pada 2024,” kata Kepala Bagian Program dan Pelaporan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Taslim Z Yunus, Sabtu (4/6/2016).
Berbicara dalam sharing session SKK Migas dengan Tenaga Ahli dan Sekretariat Komisi VII DPR, Taslim mengatakan pula, dengan tingkat produksi dan konsumsi saat ini bahkan Indonesia akan menjadi net importer energi pada 2026.
Berdasarkan data SKK Migas, data produksi minyak Indonesia per Mei 2016 adalah 832.000 barrel per hari (BPOD), setara sekitar 1 persen produksi minyak dunia. Adapun produksi harian gas mencapai 8.215 MMSCFD.
“Sejak 2003, produksi gas lebih besar daripada minyak,” ujar Taslim.
Dulu, cadangan minyak Indonesia yang sudah terbukti mencapai sekitar 27 miliar barrel. Per Desember 2015, masih ada cadangan sebanyak 3,6 miliar barrel, setara 0,2 persen cadangan minyak dunia.
Sisa yang ada, menurut analisis yang dirujuk SKK Migas hanya akan bertahan hingga 10 tahun ke depan untuk tingkat pemakaian yang tak berubah dari sekarang.
Padahal, konsumsi migas Indonesia rata-rata meningkat sekitar 8 persen per tahun, dengan angka saat ini sekitar 1,6 juta barrel per hari.
Cadangan gas Indonesia pun tak lebih banyak daripada minyak. Merujuk data BP Statistical Review of World Energy pada 2015, saat ini Indonesia memiliki cadangan gas di kisaran 100 TSCF, setara 1,5 persen cadangan gas dunia.
Tantangan energi Indonesia
Grafik data bersumber dari Wood Mackenzie seperti dirujuk SKK Migas berikut ini menjadi salah satu gambaran tantangan pasokan migas Indonesia.
Data-data di atas merupakan tantangan bagi Indonesia. Untuk memperpanjang kemampuan pasokan migas dari dalam negeri, eksplorasi sumber-sumber baru migas merupakan keharusan.
Masalahnya, eksplorasi bukan pekerjaan mudah dan murah. Upaya ini butuh teknologi tinggi dan biaya mahal. Kehadiran investor menjadi kebutuhan tak terelakkan dari situasi ini.
"Dana investasi untuk migas sangat sedikit, dan Indonesia harus bersaing untuk mendapatkan alokasi dana investasi tersebut jika ingin meningkatkan produksi minyak dan gas buminya,” ujar Lead Advisor for Energy, Utilities & Mining PwC Indonesia, Sacha Winzenried, seperti dikutip Kompas.com pada Kamis (26/5/2016).