KOMPAS.com – Perlambatan ekonomi dunia telah membuat permintaan komoditas barang tambang menurun. Akibatnya harga jual komoditas tersebut anjlok. Lalu, apakah riwayat industri tambang tamat?
Hasil riset Pricewaterhouse Coopers (PwC) pada 2016 menyebutkan, sebanyak 40 perusahaan tambang global mengalami kerugian terbesar sepanjang sejarah selama 2015.
Pada tahun itu, mereka menderita kerugian 27 milliar dollar AS atau setara sekitar Rp 364,5 triliun dengan kurs Rp 13.500 per dollar AS.
"Tahun lalu merupakan tahun penuh tantangan bagi sektor pertambangan," ujar Global Mining Leader di PwC Jock O’Callaghan, seperti dimuat Kompas.com, Rabu (8/6/2016).
Pada tahun ini, harga komoditas tambang pun kembali turun 25 persen dibanding tahun lalu.
Agar bisa bertahan, perusahaan tambang berusaha meningkatkan produktivitasnya. Namun, ada pula yang melepas aset atau menutup usahanya.
Setali tiga uang, kondisi serupa juga terjadi di Indonesia. Anjloknya harga komoditas tambang dan menurunnya permintaan bahan tambang dari China, berdampak buruk bagi kinerja keuangan perusahaan pertambangan dalam negeri.
Sacha Winzenried, Lead Adviser for Energy, Utilities & Mining PwC Indonesia mengatakan, kapitalisasi pasar perusahaan pertambangan nasional yang tercatat di Bursa Efek Indonesia menurun.
Pada 31 Desember 2015 nilai kapitalisasi perusahaan tambang nasional di pasar modal Rp 161 triliun, turun jauh bila dibandingkan pada 31 Desember 2014 yang mencapai Rp 255 triliun.
“Serupa dengan perusahaan pertambangan global, perusahaan pertambangan di Indonesia akan terus berfokus pada produktivitas, pengurangan biaya, dan disiplin modal selama masa sulit industri ini,” kata Winzenried, seperti ditulis Kompas.com, Rabu (8/6/2016).
Krisis di industri tambang tak pelak membuat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor mineral dan batubara (minerba) ikut turun.
Realisasi PNBP pertambangan minerba pun, kata Bambang, meleset jauh dari target Rp 31,7 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.
Peluang tetap ada
Namun, sejarah masih terus mencatat, sejumlah perusahaan tambang tetap beroperasi dan bahkan menangguk untung hingga sekarang. PT Antam (persero) Tbk, misalnya.
Agar bisa bertahan industri tambang dalam negeri mau tak mau harus melakukan efisiensi dan berinovasi. Antam membuktikan, kedua "jurus" itu menjadi cara mereka keluar dari kondisi sulit dan kerugian besar.