Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nilai Tukar Ringgit Malaysia Diprediksi Masih Anjlok pada 2017

Kompas.com - 05/01/2017, 13:00 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

NEW YORK, KOMPAS.com - Selain mata uang peso Filipina, mata uang ringgit Malaysia adalah jajaran mata uang berkinerja terburuk di Asia Tenggara sepanjang tahun 2016.

BMI Research memprediksi nilai tukar ringgit masih akan melemah pada tahun 2017 ini.

Mengutip Bloomberg, Kamis (5/1/2017), alasannya adalah ringgit terpengaruh oleh mata uang yuan China yang tetap akan tertekan ke bawah.

Selain itu, ada juga kecenderungan menipisnya perbedaan anrara suku bunga riil AS dan Malaysia, di mana ada probabilitas ditahan, sementara suku bunga AS ada kemungkinan naik 50 basis poin.

BMI Research pun menyatakan pelemahan lebih lanjut di pasar obligasi global juga akan menekan ringgit lebih dalam. Pasalnya, 40 persen obligasi Malaysia dimiliki oleh asing.

BMI telah menurunkan proyeksi untuk ringgit, di mana diekspektasikan rerata pada level 4,50 per dollar AS pada tahun ini dan 4,40 per dollar AS pada tahun 2018 dari sebelumnya masing-masing 4 dan 3,88.

Sepanjang tahun 2016, ringgit melemah 4,3 persen terhadap dollar AS dan pada tahun 2015 melemah 18,5 persen terhadap dollar AS.

Sejak tahun 2012, ringgit belum pernah mengalami penguatan secara tahunan terhadap dollar AS.

Laporan BMI menyatakan, ekonomi China masih berada dalam perlambatan jangka menengah sejalan dengan pelemahan struktural seperti overkapasitas pada sektor industri dan dominasi BUMN yang tidak efektif.

"Karena China adalah mitra ekspor terbesar Malaysia, kami yakin bahwa ekonomi Malaysia yang didorong ekspor akan tetap terekspos dan terdampak negatif," tulis BMI.

Namun, dalam jangka waktu yang lebih panjang, ada kemungkinan ringgit menguat, didorong oleh penguatan harga komoditas seperti minyak dan membaiknya perdagangan.

Menurut BMI, ini baik untuk investasi. Selain itu, posisi fismal Malaysia yang relatif positif terhadap AS juga bisa membantu menjaga tekanan inflasi.

Namun demikian, jika The Fed menaikkan suku bunga lebih cepat maka aliran modal bisa kabur dari Malaysia dan kembali menekan ringgit.

Di samping itu, BMI memandang pemerintahan presiden terpilih AS Donald Trump juga meningkatkan kecenderungan perlambatan perdagangan global.

Sektor ekspor Malaysia pun bisa "menderita" jika kebijakan proteksionisme diberlakukan.

Kompas TV Pekan Ini Rupiah Kembali "Berotot"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com