KOMPAS.com — Air mata Dhani (35) belum kering karena menangisi kematian suaminya. Dia masih galau karena bingung bagaimana akan melanjutkan hari-hari bersama kedua anaknya yang masih berusia 6 dan 8 tahun.
Di tengah kebingungan sebagai orangtua tunggal dan menjalani kehidupan barunya tanpa suami, dia masih harus segera mengurus klaim asuransi dari suaminya. Suaminya memiliki empat polis asuransi dari empat perusahaan yang berbeda. Sebenarnya dia berharap agen asuransi dapat membantu pencairan klaim tersebut. Tetapi, ternyata suaminya membeli dua polis asuransi dari perusahaan melalui sistem telemarketing, ada dua yang dibeli dari agen asuransi. Sialnya, pada agen asuransi ini sama sekali tidak dapat lagi membantunya mencairkan klaim karena tidak dapat lagi dihubungi.
Perusahaan asuransi mempersyaratkan berbagai macam dokumen yang harus dilampirkan untuk mencairkan klaim asuransi tersebut. Karena suaminya meninggal akibat sakit di rumah sakit, dokumen dari rumah sakit pun diminta. Tidak cukup hanya surat kematian dari rumah sakit, ada perusahaan asuransi yang meminta akta kematian.
“Akta ini harus dibuat di catatan sipil setempat, perlu waktu tiga pekan hingga akta ini jadi,” keluh Dhani.
Perusahaan asuransi lain meminta legalisasi kartu tanda penduduk yang dilakukan di kelurahan, sementara perusahaan asuransi lain tidak perlu. Ada juga perusahaan asuransi yang meminta bukti penetapan waris yang dikeluarkan pengadilan agama setempat. Jadwal sidang di pengadilan agama pun tidak mudah didapatkan. Selain itu, ada perusahaan asuransi yang meminta bukti pemakaman dari Dinas Pemakaman. “Formulirnya pun bermacam-macam, tebal sekali, saya harus bolak-balik ke rumah sakit mengurus berbagai macam dokumen, juga ke berbagai instansi pemerintah,” kata Dhani lagi.
Walhasil, dia harus pontang-panting mengurus surat-surat itu. Sering kali harus meminta izin dari kantornya. Dhani sempat stres dan tertekan karena lelahnya mengurus dokumen tersebut. Surat-surat itu harus diurus mulai dari RT, RW, dan kelurahan. Lebih dari satu bulan dia baru dapat melengkapi dokumen yang diperlukan untuk mengajukan klaim.
“Sebaiknya, segera setelah kita mendapatkan polis asuransi, perjelas bagaimana cara mengajukan klaim. Walaupun hal itu mungkin sekali berubah seiring dengan perubahan waktu, tetapi setidaknya kita mendapatkan gambaran tentang bagaimana caranya mengajukan klaim asuransi,” kata Eko Endarto, perencana keuangan dari Fiansia Consulting.
Dia menyarankan, tertanggung asuransi, misalnya suami, juga mengajarkan kepada ahli waris, misalnya istri, tentang bagaimana caranya mengajukan klaim, siapa yang harus dihubungi, apa yang harus dipersiapkan.
Setelah dokumen lengkap, barulah klaim itu diproses. Tetapi, tidak cepat juga karena biasanya perusahaan asuransi harus melakukan penyelidikan mengenai penyebab kematian, riwayat kesehatan nasabah, mencocokkan dengan klausul dalam polis asuransi, barulah dapat menentukan apakah klaim dapat dicairkan atau tidak.
Panjang sekali jalannya….
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.