Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPBB: Pemerintah Jangan Bandingkan Harga BBM Indonesia dengan Negara Lain

Kompas.com - 28/06/2013, 14:13 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Penelitian Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Syafrudin, meminta pemerintah tidak membanding-bandingkan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan harga BBM negara lain.

Menurut pria yang akrab disapa Puput itu, Pemerintah Indonesia kerap berbicara ke publik kalau tarif BBM yang diterapkan di Indonesia paling murah apabila dibandingkan dengan negara maju maupun berkembang lainnya.

"Tidak etis kalau pemerintah selalu memberi kesan BBM bersubsidi di sini paling murah dibandingkan dengan negara lain," kata Puput di dalam diskusi publik Subsidi BBM dan Kejahatan Konstitusi, di Balai Kartini, Jakarta, Jumat (28/6/2013).

Puput mengatakan, tarif BBM yang diterapkan negara lain lebih mahal karena diimbangi dengan kualitas yang tinggi. Ia memberikan contoh, harga bensin di Amerika Serikat dipatok dengan 3,9 dollar AS atau setara dengan Rp 8.900 per liter. Namun, BBM yang dijual AS berkualitas kategori 4 berdasarkan standar  World Wide Fuels Charter (WWFC).

WWFC menetapkan kualitas BBM dengan kategori 1,2,3,4, di mana semakin tinggi angka penanda kategori, maka kualitasnya juga semakin baik. BBM kualitas tersebut untuk menggerakkan kendaraan berstandar Euro 4.

"Sedangkan kualitas premium di Indonesia yang sekarang sudah Rp 6.500 per liternya, tidak masuk di kategori 1 pun menurut standar WWFC," kata Puput.

Pemerintah bersama Pertamina, kata dia, menggunakan acuan yang tidak setara kualitas dalam menetapkan tarif BBM bersubsidi. Seharusnya, pemerintah menyesuaikan kualitas BBM (fuels quality adjustment) dengan kebutuhan teknologi sebelum mengambil kebijakan menaikkan tarif BBM.

Saat ini, kata dia, teknologi kendaraan di Indonesia menggunakan Standar Euro 2. Oleh karena itu, ia mengimbau pemerintah bersama Pertamina untuk memenuhi kebutuhan BBM kendaraan standar Euro 2 tersebut dengan meng-upgrade kualitas premium dan solar sehingga memenuhi standar.

"Berarti, ada indikasi subsidi pemerintah selama ini tidak untuk rakyat, tetapi semata-mata mendongkrak keuntungan," ujar Puput.

Ia menyebutkan, apabila pemerintah berniat untuk mengumpulkan uang dari sektor migas, sebaiknya ditempuh dengan cara yang tidak menyusahkan masyarakat.  Ia mencontohkan, pemerintah bisa menerapkan pajak emisi (emission tax, carbon tax) sebagai tambahan pajak BBM yang telah diterapkan.

Selain itu, Puput juga mengimbau agar pemerintah menetapkan tarif BBM sesuai dengan kualitas, mutu, dan sumber crude oil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

    Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

    Whats New
    OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

    OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

    Whats New
    Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

    Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

    Whats New
    Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

    Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

    Whats New
    Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

    Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

    Whats New
    Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

    Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

    Work Smart
    Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

    Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

    Whats New
    Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

    Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

    Whats New
    Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

    Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

    Whats New
    Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

    Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

    Earn Smart
    Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

    Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

    Whats New
    Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

    Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

    Whats New
    Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

    Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

    Whats New
    Pasar Kripto Berpotensi 'Rebound', Simak Prospek Jangka Panjangnya

    Pasar Kripto Berpotensi "Rebound", Simak Prospek Jangka Panjangnya

    Earn Smart
    Asosiasi 'Fintech Lending' Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

    Asosiasi "Fintech Lending" Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com