Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asian Agri Bayar Separuh Tagihan Pajak

Kompas.com - 08/07/2013, 07:18 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Grup Asian Agri baru membayar 50 persen dari total tagihan sanksi administrasi pajak atas 14 anak perusahaannya. Mengacu putusan Mahkamah Agung, 14 perusahaan tersebut dianggap mengemplang pajak selama tahun 2002-2005.

Kepala Seksi Hubungan Eksternal Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Chandra Budi di Jakarta, Minggu (7/7/2013), menyatakan, 14 anak perusahaan Grup Asian Agri (GAA) baru membayar Rp 969,68 miliar atau 50 persen dari tagihan Rp 1,96 triliun. Ini mengacu Modul Penerimaan Negara per 2 Juli 2013.

Pembayaran itu dilakukan terhadap 107 surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) dari total 108 SKPKB yang diterbitkan Ditjen Pajak. Pembayaran pada masing-masing SKPKB persis 50 persen dari tagihan.

Menurut Chandra, pembayaran paling lambat sebulan setelah penerbitan SKPKB. SKPKB pertama diterbitkan minggu ketiga Juni. SKPKB terakhir terbit akhir Juni sehingga jatuh tempo terakhir adalah akhir Juli.

Berkaitan dengan rencana pengajuan keberatan dari pihak GAA, Chandra mengatakan, itu sepenuhnya hak wajib pajak. Tugas Ditjen Pajak adalah menindaklanjutinya.

Ditjen Pajak harus sudah memberikan putusan sebagai jawaban atas surat permohonan keberatan dari wajib pajak, maksimal 12 bulan sejak surat permohonan diajukan. Jika Ditjen Pajak menolak permohonan, wajib pajak diberi kesempatan untuk mengajukan banding ke pengadilan pajak paling lambat tiga bulan sejak surat keputusan diterima. Syarat banding, wajib pajak minimal sudah membayar 50 persen dari total tagihan.

”Pengajuan keberatan dan banding tidak menunda proses pembayaran dan penagihan pajak. Dari sisi Ditjen Pajak, penagihan jalan terus, termasuk jika diperlukan penerbitan surat paksa, penyitaan, blokir rekening, atau lelang atas kekurangan bayar,” kata Chandra.

General Manager GAA Freddy Widjaya dalam keterangan pers, akhir Juni, menyatakan, prinsipnya perusahaan patuh terhadap hukum dan akan membayar sanksi. Pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai tanggal jatuh tempo.

Namun demikian, GAA akan mengajukan keberatan kepada Ditjen Pajak. Alasannya, sanksi yang ditetapkan Ditjen Pajak tidak berdasar karena acuannya adalah putusan MA atas kasus perpajakan dengan terdakwa Suwir Laut. Sementara, Asian Agri sama sekali bukan terdakwa dalam kasus tersebut dan tidak diberi kesempatan membela diri.

Mahkamah Agung telah memutus bersalah terdakwa Suwir Laut selaku manajer pajak Grup Asian Agri. Suwir terbukti memanipulasi data PPh Badan dan PPh Pasal 26 pada 14 anak GAA selama tahun 2002-2005. Ini menimbulkan pajak terutang sekitar Rp 1,26 triliun.

Terdakwa telah dijatuhi hukuman pidana penjara selama dua tahun. Sementara 14 perusahaan tersebut diwajibkan membayar denda senilai dua kali lipat dari pajak terutang atau Rp 2,52 triliun. Pembayarannya paling lambat 12 bulan sejak putusan MA dijatuhkan. Penagihannya menjadi tugas dan kewenangan Kejaksaan Agung.

Melekat dengan putusan tersebut adalah sanksi administrasi yang penagihannya menjadi tugas dan kewenangan Ditjen Pajak. Untuk ini, Ditjen Pajak telah menerbitkan 108 SKPKB. Nilainya adalah pajak terutang ditambah bunga 48 persen, yakni Rp 1,96 triliun. (LAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com