Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Lamban Mengelola Investasi Pulau

Kompas.com - 20/08/2013, 07:09 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com -
Pemerintah dinilai lamban menyiapkan regulasi terkait investasi pulau-pulau kecil dan terluar. Hingga kini, dibukanya keran investasi pulau kecil dan terluar belum dilandasi aturan tata ruang pesisir dan laut sehingga berpotensi menimbulkan kekacauan.

Demikian dikemukakan Peneliti Senior Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor Rokhmin Dahuri, di Jakarta, Senin (19/8/2013).

Regulasi tata ruang wilayah pesisir dan laut diperlukan guna memberikan kepastian iklim investasi, penetapan kawasan yang wajib dilindungi, sekaligus mencegah perambahan pulau yang tak terkendali. Penyusunan tata ruang wilayah merupakan kewenangan pemerintah daerah dan pusat. ”Tanpa aturan tata ruang, investasi bisa acak-acakan,” ujar Rokhmin, yang juga Penasihat Tim Akselerasi Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Tahun 2013, KKP membuka investasi pada lima pulau kecil di Indonesia. Penanaman modal terbuka bagi investor lokal ataupun luar negeri untuk memanfaatkan pulau kecil sebagai sumber kegiatan ekonomi.

Kelima pulau itu: Pulau Bangka di Kabupaten Minahasa Utara (Sulawesi Utara), Pulau Nipa di Kota Batam (Kepulauan Riau), gugusan Gili Balu di Kabupaten Sumbawa Barat (NTB), Pulau Bawah di Kabupaten Kepulauan Anambas (Kepulauan Riau), dan Pulau Nusakambangan di Kabupaten Cilacap (Jawa Tengah).

Rokhmin menambahkan, problem utama pulau kecil dan terluar adalah aksesibilitas sehingga membutuhkan investasi skala besar. Sejauh investasi memenuhi syarat, ia mengusulkan agar investor diberikan konsesi mengelola beberapa pulau sekaligus guna efisiensi pengelolaan transportasi dan aksesibilitas. Namun, kewajiban pengelolaan limbah yang ketat harus menjadi persyaratan utama investasi.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice Riza Damanik mengatakan, kegiatan usaha di suatu pulau tak boleh bertentangan dengan kegiatan sumber daya lokal. Jika ekonomi masyarakat lokal tumbuh di bidang budidaya ikan dan wisata, investasi yang masuk jangan di bidang pertambangan, harus disesuaikan dengan karakter ekonomi kawasan. (LKT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com