Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CPO Masih Bisa Jadi Komoditas Ekspor Unggulan

Kompas.com - 14/11/2013, 20:58 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kelapa sawit dan produk turunannya minyak kelapa sawit (crude palm oil) masih memiliki harapan menjadi komoditas ekspor unggulan, meski tak masuk dalam daftar Environmental Goods list (EG List) dalam forum kerjasama Asia Pasifik Oktober lalu.

Direktur Pemasaran Internasional Kementerian Pertanian Mesah Tarigan mengatakan, pada 2014 Indonesia akan memberlakukan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), yang bersifat mandatori bagi produsen CPO.

"Paling tidak kita punya standar. Jadi, kalau ada yang menuduh produk CPO tidak berwawasan lingkungan kita punya hitung-hitungannya," ujar Mesah ditemui usai diskusi publik bertajuk Menyoal Kebijakan Perdagangan Internasional dan Pertanian, di Jakarta, Kamis (14/11/2013).

Sebagaimana diketahui CPO menjadi komoditas unggulan subsektor perkebunan, di samping karet, coklat, dan kopi. Tiga pasar CPO terbesar yakni India, China, dan Uni Eropa dengan Belanda sebagai konsumen terbesar di UE.

Sepanjang 2012, produksi CPO Indonesia mencapai lebih dari 25 juta ton, dan diprediksi mengalami peningkatan 4 juta ton tahun ini.

Menurut catatan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), dalam periode Januari-Agustus 2013 tercatat ekspor CPO sebanyak 13,69 juta ton, atau mengalami kenaikan 18,6 persen dibanding periode sama 2012 yang sebesar 11,54 juta ton.

Sayangnya, lika-liku CPO sebagai salah satu tulang punggung ekspor Indonesia bukan tanpa hambatan. Uni Eropa yang memiliki banyak produsen grapeseed, dan bunga matahari terus berupaya membatasi perdagangan CPO Indonesia.

Setelah tuduhan dumping tak terbukti, UE menuduh CPO merupakan produk yang tak ramah lingkungan. Namun, lanjut Mesah, tuduhan itu pun tak terbukti lantaran angka kepatuhan terhadap keramahan lingkungan sudah lebih tinggi dari yang dituduhkan EPA (Environment Protection Agency).

"Sekarang mereka kalah. Tapi yakin mereka enggak akan berhenti. Ke depan ini dia akan cari lagi macam-macam. Sekarang isu yang kuat ini tentang human right," imbuh Mesah.

"Tadinya orang utan, sekarang human right. Kita dituduh mempekerjakan anak kecil. Padahal kita tidak mempekerjakan. Memang adatnya setelah anak itu pulang sekolah mereka ikut bapaknya ke kebun. Ini bukan child abuse namanya," pungkasnya.

Sebelumnya, dalam diskusi tentang kesepakatan APEC, di Lembaga Ketahanan Nasional, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyoroti gagalnya CPO dan karet masuk dalam daftar produk ramah lingkungan.

Menurutnya, kegagalan CPO masuk dalam EG List ditengarai lantaran Indonesia gagal memberikan argumentasi yang berdasarkan ilmu pengetahuan. Di samping juga diakui Hatta, ada kepentingan proteksi yang dilakukan negara lain terhadap produk saingan CPO.

"Saya berikan contoh mengapa begitu ngototnya negara maju tidak memasukkan CPO dalam EG List. Dari sekian produk yang dikatakan ramah lingkungan, sesungguhnya juga terdapat protection terhadap produk tertentu," kata Hatta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com