Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Enam Produk Makanan dan Minuman Ini Wajib SNI

Kompas.com - 25/11/2013, 10:56 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com —
Pemerintah tengah menyiapkan lima Standar Nasional Indonesia (SNI) yang akan diberlakukan secara wajib untuk enam jenis makanan dan minuman. Sebelumnya, pemerintah telah mengenakan SNI untuk enam produk makanan dan minuman tersebut, tetapi belum wajib. Kini, statusnya dinaikkan menjadi SNI wajib.

Enam produk makanan dan minuman yang akan tekena SNI wajib ini adalah susu bubuk, susu kental manis, air minum embun, mi instan, biskuit, dan minyak goreng sawit.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto menuturkan, permintaan produk makanan dan minuman di domestik yang semakin tinggi membuka peluang impor produk dengan kualitas rendah.

Sebelum enam produk makanan dan minuman itu, lima produk lain sudah lebih dulu terkena aturan ini. "Sebelumnya, SNI wajib sudah diberlakukan untuk tepung terigu sebagai bahan makanan, gula kristal rafinasi, kakao bubuk, air minum dalam kemasan, dan air mineral alami," ujar Panggah, akhir pekan lalu.

Menurut Panggah, SNI wajib ini sangat dibutuhkan oleh industri domestik yang memproduksi enam produk makanan dan minuman tersebut. Soalnya, pasar di dalam negeri cukup besar. Padahal, pasar domestik akan semakin terbuka dengan penerapan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015.

Karenanya, Panggah berharap SNI wajib untuk enam produk makanan dan minuman ini bisa berlaku sebelum MEA. Dengan kata lain, setidaknya tahun depan, aturan SNI wajib untuk enam produk makanan dan minuman tersebut bisa diberlakukan.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengakui, pasar yang besar dan gemuk di dalam negeri sangat menggiurkan bagi pengusaha dari negara lain. Dengan demikian, arus impor harus diwaspadai. Terlebih lagi, akses pasar semakin terbuka.

Adhi mencontohkan, saat ini, Malaysia menjadi salah satu negara pengekspor terbesar ke Indonesia untuk produk makanan dan minuman. Jika tak diantisipasi, Adhi khawatir, setelah penerapan MEA, maka produk dari Malaysia akan lebih banyak membanjiri pasar domestik.

Selain dari sisi regulasi, Adhi menyebutkan  bahwa pemerintah juga perlu memperbaiki beberapa kebijakan lain. "Yang paling mendesak misalnya kebijakan energi dan buruh," ujarnya.

Panggah mengakui, kebijakan energi dan buruh memang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang perlu diselesaikan guna menarik investasi.

Meski begitu, Panggah bilang, minat investor untuk membenamkan investasi di sektor makanan dan minuman masih cukup besar. Buktinya, "Saat ini, tren investasi makanan dan minuman terus meningkat, baik dari penanaman modal asing (PMA) maupun dari penanaman modal dalam negeri (PMDN)," katanya.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) hingga kuartal III-2013, nilai investasi asing di sektor makanan dan minuman telah mencapai 1,48 miliar dollar AS. Angka ini meningkat 29,8 dollar AS dari periode yang sama tahun 2012 yang tercatat sebesar 1,14 miliar dollar AS.

Sementara itu, investasi di sektor makanan dan minuman yang berasal dari investor domestik selama sembilan bulan pertama tahun ini mencapai Rp 12,9 triliun. Angka ini juga meningkat 67,5 persen dari nilai investasi pada periode yang sama tahun 2012. (Tendi Mahadi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Whats New
OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

Whats New
Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Whats New
Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Whats New
Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Whats New
Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Whats New
Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Earn Smart
Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Whats New
Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Whats New
Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Whats New
Pasar Kripto Berpotensi 'Rebound', Simak Prospek Jangka Panjangnya

Pasar Kripto Berpotensi "Rebound", Simak Prospek Jangka Panjangnya

Earn Smart
Asosiasi 'Fintech Lending' Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Asosiasi "Fintech Lending" Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com