Namun, di sela-sela agenda utama, Gita juga melakukan pertemuan bilateral salah satunya dengan Uni Eropa (UE). Pertemuan dengan Komisioner UE, Karel Degucht membahas penyelesaian Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA). Menanggapi hal tersebut, Gita menyatakan akan menyelesaikan scooping CEPA pada tahun ini.
"Karel Degucth juga menyatakan kekhawatirannya atas berlakunya Undang-undang Minerba (mineral tambang dan batubara)," lanjut Gita dalam keterangan resmi, Minggu (25/1/2014).
Peraturan baru minerba ini, sambung Gita, juga ditanyakan para CEO di sektor pertambangan kepadanya. Namun, kata dia, ia menjelaskan kepada mereka bahwa UU minerba tersebut adalah untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan menciptakan hilirisasi sektor pertambangan.
Sebagaimana diberitakan, Pemerintah mulai memberlakukan UU No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada 12 Januari 2014 lalu. Namun demikian, pemerintah kembali membuat aturan turunan bagi para pengusaha tambang yang sudah berkomitmen membangun pabrik pemurnian bijih mineral (smelter).
Aturan turunan tersebut diantaranya adalah Peraturan Pemerintah No.1 tahun 2014, serta Permen ESDM No.1 tahun 2014, tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam beleid tersebut, enam mineral logam (tidak termasuk batubara) masih bisa diekspor sesuai ketentuan kadar pengolahannya, dan tidak harus dimurnikan. Mineral ogam tersebut yakni tembaga, pasir besi, bijih besi, seng, timbal, serta mangaan.
Melengkapi Permen ESDM tersebut, pemerintah mengeluarkan PMK No.6/PMK.011/2014 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Dari keterangan resmi Sekjen Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Kementerian Keuangan, bea keluar enam logam di atas ditetapkan secara bertahap tiap semester, mulai dari 20 persen atau 25 persen sampai 60 persen.
Kebijakan tarif progresif tersebut akan berakhir hingga 31 Desember 2016, dan diharapkan menjadi instrumen untuk memantau perkembangan pembangunan smelter.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.