Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demi Pensiun Nyaman, Tempuh Rencana Tambahan

Kompas.com - 10/02/2014, 14:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebanyakan pekerja formal sudah memiliki program dana pensiun yang difasilitasi oleh perusahaan. Namun, bisa jadi program dana pensiun dari kantor kurang optimal memberikan imbal hasil. Program pensiun tambahan menjadi agenda wajib karyawan agar target dana pensiun bisa terpenuhi.

Salah satu keuntungan menjadi pegawai negeri sipil (PNS) yang kerap diunggulkan di zaman dulu adalah keberadaan jaminan pensiun. Namun, kita tahu, kini keistimewaan tersebut tak lagi eksklusif dinikmati kalangan PNS.

Sesuai aturan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja swasta di sektor formal juga berhak mendapatkan jaminan pensiun. Perusahaan lazim mengikutsertakan para karyawan ke program dana pensiun lembaga keuangan (DPLK).

Iuran dana pensiun para pekerja swasta ini biasanya dipotong dari gaji bulanan mereka sendiri atau ditambah kontribusi perusahaan. Alhasil, gaji bulanan Anda tak cuma dipotong untuk iuran Jamsostek, tapi juga untuk iuran pensiun.

Namun yang menjadi masalah, kebanyakan program dana pensiun yang diikuti karyawan di kantor kurang sesuai harapan. Ini juga yang dirasakan oleh Maya, pekerja swasta di kawasan Jakarta Selatan. Setiap bulan, sekitar 3 persen dari gaji pokok Maya dipotong perusahaan untuk iuran pensiun atau DPLK.

DPLK Maya disertakan di sebuah bank pelat merah yang bisa dia cek perkembangan dananya. Tapi, imbal hasil DPLK Maya terbilang kecil, yaitu cuma sekitar 5 persen–6 persen per tahun. “Itu karena dananya diinvestasikan di instrumen konservatif seperti instrumen fixed income,” kata dia, mengutip penjelasan dari kantornya.

Tak heran setelah hampir lima tahun bekerja di kantor tersebut, hasil investasi DPLK Maya termasuk masih minim. Jauh di bawah kebutuhan dana pensiun Maya kelak.

Coba proaktif

Budi Raharjo, perencana keuangan One Shildt Consulting, melihat, apa yang dialami Maya jamak terjadi. DPLK dari perusahaan kebanyakan diputar dalam formula investasi yang konservatif.

Padahal, kebutuhan dana pensiun termasuk kebutuhan pokok yang harus direncanakan sedari dini dengan hitungan yang tepat. “Masa pensiun tidak bisa dianggap main-main karena merupakan masa pengangguran paling lama,” kata Budi.

Kendati kelak Anda tetap produktif di usia pensiun, hasilnya kemungkinan sulit menyamai masa produktif. Kecuali Anda berwiraswasta. Lantas, bagaimana menyiasati situasi tersebut agar kebutuhan dana pensiun Anda terkejar?

Sebagai langkah awal, Anda bisa mencoba melobi pemberi kerja terkait formula investasi DPLK Anda. Misalnya, formula investasi DPLK Anda saat
ini lebih banyak diputar di instrumen pendapatan tetap dan pasar uang yang berimbal hasil konservatif.

Cobalah proaktif meminta pengkajian ulang rumus investasi agar lebih agresif dengan memilih instrumen ekuitas seperti reksadana saham. Ajak rekan kerja atau manfaatkan lobi serikat pekerja untuk menyuarakan inisiatif Anda.

Tanpa bersikap proaktif, formula investasi dana pensiun Anda akan berjalan apa adanya (default). Namun, seandainya langkah lobi itu tidak berhasil Anda tempuh, jangan keburu kesal dan putus asa.

Para perencana keuangan menilai, satu-satunya jalan adalah membarengi kepemilikan DPLK di kantor dengan menjalankan rencana pensiun sendiri. “Buat sendiri atau kombinasikan dengan yang sudah ada,” kata Mike Rini, perencana keuangan MRE Consulting.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com