Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ESDM: Pemprov Jabar Minta Jatah Saham di PLTP Ciremai

Kompas.com - 04/03/2014, 19:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) angkat bicara soal polemik penjualan Gunung Ciremai sebesar Rp 60 triliun.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Ridha Mulayana membenarkan bahwa wilayah kerja pertambangan Gunung Ciremai ini ditetapkan oleh menteri ESDM pada tahun 2011 dan dilanjutkan dengan pelelangan pada tahun 2012.

Pemenang lelang WKP Gunung Ciremai ini adalah Chevron Geothermal Indonesia dengan harga listrik 9,7 sen dollar AS per kWh. Pembangkit yang akan dibangun berkapasitas sebesar 2 x 55 MW. "Saat ini sedang diproses penerbitan izin usaha pertambangannya," ujar Ridha kepada KONTAN, Selasa (4/3/2014).

Pembangkit listrik ini ditargetkan akan beroperasi pada tahun 2020. Dia mengungkapkan investasi untuk pembangkit ini diperkirakan antara 390 juta dollar AS sampai 400 juta dollar AS. Rencananya pemerintah daerah Jawa Barat akan meminta saham dari proyek ini. "Tampaknya Chevron setuju dan negosiasi sedang dilakukan," kata dia.

Lebih lanjut Ridha menggatakan, kasus penolakan terhadap pembangkit listrik tenaga panas bumi seringkali berakhir happy ending. Menurut Ridha Mulyana dirinya tidak akan menuduh siapapun yang menebar isu sehingga menimbulkan ketakutan ditengah-tengah masyarakat.

"Untuk mudahnya tengoklah proyek-proyek sejenis. Yang terjadi masyarakat di sekitar ikut menikmati keberadaan proyek seperti itu," jelas dia.

Apa yang ditakutkan oleh warga di sekitar lereng Gunung Ciremai belum pernah terjadi pada pembangkit listrik panas bumi yang pernah ada. Jika perlu masyarakat bisa diajak untuk melihat kondisi proyek yang telah ada sebagai pembanding. Kedepan kata Ridha pemerintah akan melakukan sosialisasi.

Saat ini pemegang lelang wilayah kuasa pertambangan belum mengantong izin usaha pertambangan, jadi mereka belum bergerak termasuk melakukan sosialisasi. "Mereka masih menunggu Gubernur Jawa Barat menerbitkan IUP. PLTP itu sangat pro terhadap hutan karena pembangkit tenaga panas bumi ini membutuhkan hutan untuk menyediakan airnya. "PLTP pasti memelihara hutan," ujar dia.

Selain itu, tidak ada PLTP yang beroperasi saat ini yang merusak cagar budaya. Menurut dia  masyarakat malah akan ikut mendapatkan keuntungan. Selain tersedia lapangan kerja, pada saat yang sama dana Corporate Social Responsibility juga memperbaiki lingkungan mereka seperti perbaikan masjid, sekolah, dan jalan umum.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo menyesalkan adanya penolakan warga akan proyek geothermal Gunung Ceremai ini. "Wah Siapa sih yang bikin gosip yang enggak-enggak? Proyek geothermal jelas tidak mengganggu semua itu,"jelas dia.

Malah sebaliknya, proyek geothermal itu melestarikan sumber air dan hutan. Area proyek yang digunakan juga tidak banyak. Rata-rata proyek geothermal hanya menggunakan 1 persen dari wilayah kuasa pertambangan yang diberikan. Ia mengakui penolakan ini terjadi karena belum adanya sosialisasi.

"Sosialisasinya memang belum mulai, orang penetapan IUP saja belum kok," tutup dia. (Agustinus Beo Da Costa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mendag Zulhas Terbitkan Aturan Baru Soal Batasan Impor, Ini Rinciannya

Mendag Zulhas Terbitkan Aturan Baru Soal Batasan Impor, Ini Rinciannya

Whats New
Microsoft Komitmen Berinvestasi di RI Senilai Rp 27,54 Triliun, Buat Apa Saja?

Microsoft Komitmen Berinvestasi di RI Senilai Rp 27,54 Triliun, Buat Apa Saja?

Whats New
Allianz Syariah Tawarkan Asuransi Persiapan Warisan Keluarga Muda, Simak Manfaatnya

Allianz Syariah Tawarkan Asuransi Persiapan Warisan Keluarga Muda, Simak Manfaatnya

Whats New
Kini Beli Sepatu Impor Tak Dibatasi, Ini Penjelasan Mendag

Kini Beli Sepatu Impor Tak Dibatasi, Ini Penjelasan Mendag

Whats New
TransNusa Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

TransNusa Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Whats New
Suku Bunga BI Naik, ST012 Dinilai Lebih Menarik

Suku Bunga BI Naik, ST012 Dinilai Lebih Menarik

Earn Smart
Kesejahteraan Buruh Tani Era Jokowi dan Tantangan bagi Prabowo

Kesejahteraan Buruh Tani Era Jokowi dan Tantangan bagi Prabowo

Whats New
3,84 Juta Penumpang Naik LRT Jabodebek pada Kuartal I 2024

3,84 Juta Penumpang Naik LRT Jabodebek pada Kuartal I 2024

Whats New
Merger Tiktok Shop dan Tokopedia Dinilai Ciptakan Model Belanja Baru di Industri Digital

Merger Tiktok Shop dan Tokopedia Dinilai Ciptakan Model Belanja Baru di Industri Digital

Whats New
Lowongan Kerja Perum Damri untuk SMA/SMK, Ini Persyaratan dan Cara Mendaftarnya

Lowongan Kerja Perum Damri untuk SMA/SMK, Ini Persyaratan dan Cara Mendaftarnya

Work Smart
IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Asia, Ada Apa?

IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Asia, Ada Apa?

Whats New
Tak Mau Kejadian Nasabah Lempar Piring Saat Ditagih Kredit Terulang, PNM Kini Fokus Lindungi Karyawannya

Tak Mau Kejadian Nasabah Lempar Piring Saat Ditagih Kredit Terulang, PNM Kini Fokus Lindungi Karyawannya

Whats New
Bertemu Mendag Inggris, Menko Airlangga Bahas Kerja Sama JETCO dan Energi Bersih

Bertemu Mendag Inggris, Menko Airlangga Bahas Kerja Sama JETCO dan Energi Bersih

Whats New
Sepatu Impor Sudah Diterima Pemilik, Siapa yang Tanggung Denda Rp 24,74 Juta?

Sepatu Impor Sudah Diterima Pemilik, Siapa yang Tanggung Denda Rp 24,74 Juta?

Whats New
BI: Biaya Merchant QRIS 0,3 Persen Tidak Boleh Dibebankan ke Konsumen

BI: Biaya Merchant QRIS 0,3 Persen Tidak Boleh Dibebankan ke Konsumen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com