Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Utang Luar Negeri RI Besar, Akankah Krisis Kembali Terulang?

Kompas.com - 03/07/2014, 10:56 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Selama ini terdapat beberapa pendapat tingginya utang luar negeri (ULN) Indonesia, akan memicu terulangnya krisis layaknya krisis moneter pada tahun 1997 dan 1998 silam. Meskipun demikian, ada pula yang yakin tingginya ULN saat ini tak akan sebabkan krisis.

"Menurut saya, kalau utang luar negeri bengkak saat ini, tidak akan terjadi krisis," kata Head of Treasury PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Ario Bimo Notowidigdo dalam pelatihan jurnalis bertema "Hedging terhadap Risiko FX dan Suku Bunga" di Jakarta, Rabu (2/7/2014).

Lebih lanjut, Bimo mengungkapkan pandangannya didukung fakta saat ini fundamental ekonomi Indonesia sudah jauh lebih kuat dibandingkan tahun 1997 dan 1998 lalu. Selain itu, cadangan devisa dan debt service ratio (DSR) alias rasio kemampuan membayar utang Indonesia juga telah cukup kuat menopang ULN.

Informasi saja, Bank Indonesia (BI) melaporkan ULN Indonesia pada April 2014 tercatat sebesar 276,6 miliar dollar AS. Posisi ULN pada April 2014 terdiri dari ULN sektor publik 131,0 miliar dollar AS dan ULN sektor swasta 145,6 miliar dollar AS. (baca: Lampu Kuning Utang Luar Negeri Indonesia)

Bimo menjelaskan, krisis pada tahun 1997 dan 1998 menyebabkan banyaknya perusahaan dan lembaga keuangan swasta yang rontok karena tidak melakukan lindung nilai atau hedging. Sehingga, mereka terkena dampak risiko nilai tukar dan suku bunga yang saat ini langsung melonjak tinggi.

"Kalau saat ini porsi swasta yang unhedged (tidak atau belum melakukan hedging) cuma 25 persen. Dulu 100 persen. Berbeda sekali. Makanya menurut saya tidak akan berpengaruh banyak. 25 persen itu tidak banyak," ungkap Bimo.

Saat ini lindung nilai menjadi kebutuhan bagi perusahaan maupun lembaga keuangan. Berdasarkan definisi BI, lindung nilai merupakan cara mengurangi risiko yang timbul maupun yang diperkirakan akan timbul akibat fluktuasi harga di pasar keuangan.

"Risiko pasar timbul pada saat faktor-faktor pasar, misalnya nilai tukar atau suku bunga mengakibatkan perubahan harga yang berlawanan dari harga yang diharapkan. Risiko pasar akan selalu melekat dalam setiap transaksi atau instrumen di pasar keuangan, kecuali melakukan hedging," jelas dia.

Bimo memaparkan, lindung nilai sangat terkait dengan risiko, yang berarti ketidakpastian. Potensi kerugian yang dapat diderita nasabah dapat diperkirakan maupun tidak diperkirakan.

Akan tetapi, menurut Bimo, kerugian yang tidak diperkirakan jauh lebih berbahaya. Oleh karena itu, lindung nilai sangat tepat sebagai cara memitigasi risiko kerugian yang tidak diperkirakan tersebut.

"Hedging dilakukan untuk mentransfer dan memitigasi risiko. Yang terpenting dalam hedging adalah mengidentifikasi risiko. Untuk membantu nasabah melakukan hedging, bank pertama kali akan mengidentifikasi risiko nasabah, kemudian menganalisa arus kas, dan akhirnya memberikan solusi tepat guna," papar Bimo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bos BI Optimistis Rupiah Bakal Kembali di Bawah Rp 16.000 Per Dollar AS

Bos BI Optimistis Rupiah Bakal Kembali di Bawah Rp 16.000 Per Dollar AS

Whats New
Mendag Ungkap Penyebab Harga Bawang Merah Tembus Rp 80.000 Per Kilogram

Mendag Ungkap Penyebab Harga Bawang Merah Tembus Rp 80.000 Per Kilogram

Whats New
Hadapi Tantangan Perubahan Iklim, Kementan Gencarkan Pompanisasi hingga Percepat Tanam Padi

Hadapi Tantangan Perubahan Iklim, Kementan Gencarkan Pompanisasi hingga Percepat Tanam Padi

Whats New
Panen Ganda Kelapa Sawit dan Padi Gogo, Program PSR dan Kesatria Untungkan Petani

Panen Ganda Kelapa Sawit dan Padi Gogo, Program PSR dan Kesatria Untungkan Petani

Whats New
Alasan BI Menaikkan Suku Bunga Acuan jadi 6,25 Persen

Alasan BI Menaikkan Suku Bunga Acuan jadi 6,25 Persen

Whats New
Cara dan Syarat Gadai Sertifikat Rumah di Pegadaian

Cara dan Syarat Gadai Sertifikat Rumah di Pegadaian

Earn Smart
Cara dan Syarat Gadai HP di Pegadaian, Plus Bunga dan Biaya Adminnya

Cara dan Syarat Gadai HP di Pegadaian, Plus Bunga dan Biaya Adminnya

Earn Smart
Peringati Hari Konsumen Nasional, Mendag Ingatkan Pengusaha Jangan Curang Jika Mau Maju

Peringati Hari Konsumen Nasional, Mendag Ingatkan Pengusaha Jangan Curang Jika Mau Maju

Whats New
United Tractors Bagi Dividen Rp 8,2 Triliun, Simak Jadwalnya

United Tractors Bagi Dividen Rp 8,2 Triliun, Simak Jadwalnya

Whats New
Kunjungan ke Indonesia, Tim Bola Voli Red Sparks Eksplor Jakarta bersama Bank DKI dan JXB

Kunjungan ke Indonesia, Tim Bola Voli Red Sparks Eksplor Jakarta bersama Bank DKI dan JXB

Whats New
Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Whats New
KEJU Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

KEJU Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

Earn Smart
Program Gas Murah Dinilai ‘Jadi Beban’ Pemerintah di Tengah Konflik Geopolitik

Program Gas Murah Dinilai ‘Jadi Beban’ Pemerintah di Tengah Konflik Geopolitik

Whats New
Catatkan Kinerja Positif, Rukun Raharja Bukukan Laba Bersih 8 Juta Dollar AS pada Kuartal I-2024

Catatkan Kinerja Positif, Rukun Raharja Bukukan Laba Bersih 8 Juta Dollar AS pada Kuartal I-2024

Whats New
Luhut Sambangi PM Singapura, Bahas Kerja Sama Carbon Capture Storage dan Blue Food

Luhut Sambangi PM Singapura, Bahas Kerja Sama Carbon Capture Storage dan Blue Food

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com