Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beban Anggaran Menjadi Bom Waktu Pemerintahan Jokowi

Kompas.com - 08/10/2014, 10:28 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com  -
Bom waktu tampaknya benar-benar menunggu presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK), pasca pelantikan tanggal 20 Oktober.

Salah satunya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 yang meleset dari target.

Pertama, asumsi makro yang meleset. Mulai dari pertumbuhan ekonomi, nilai tukar hingga lifting minyak. Pelambatan ekonomi tampaknya jauh lebih lelet dari perkiraan sebesar 5,5 persen. Konsensus ekonom dan BI yakin, realisasi pertumbuhan ekonomi tahun ini cuma 5,3 persen.

Target nilai tukar rupiah sami mawon. Jika saat penyusunan APBN-P 2014, rupiah diperkirakan Rp 11.600 per dollar AS, nyatanya rata-rata rupiah sejak awal tahun hingga kemarin (7/10/2014) di level Rp 11.760 per dollar AS.

Begitu  juga dengan target harga lifting minyak sebanyak 818.000 per hari diperkirakan juga akan melesat.  "Satu-satunya yang tercapai hanya inflasi," ucap Juniman, Ekonom BII.

Lainnya, gara-gara asumsi makro meleset,  penerimaan anggaran kena tampar. Data outlook ekonomi  Kementerian Keuangan (Kemkeu) menyebutkan, pendapatan negara gagal mencapai targetnya.

Penerimaan perpajakan diprediksi hanya 94 persen dari target. Padahal, penerimaan perpajakan berkontribusi 76,20 persen atas total  penerimaan yang mencapai Rp 1.635,38 triliun.

Pelambatan ekonomi dibarengi dengan penerimaan yang turun berpotensi memperlebar defisit anggaran.

Mengakui banyak target yang meleset,  Wakil Menkeu Bambang Brojonegoro bilang, persoalan ini menjadi tanggung jawab pemerintah SBY. "Ini tak akan membebani pemerintahan baru," ujar dia (7/10/2014).

Kemkeu  memiliki jurus agar defisit anggaran sesuai target yakni 2,4 persen. Pemerintah akan menyunat belanja negara di kementerian. Persoalannya, ini bukan semata menjaga defisit anggaran.

Tapi, banyak beban berat yang akan diwariskan ke pemerintah baru. Pelambatan ekonomi di tengah belum pulihnya ekonomi global membawa efek domino. Mulai dari ekspor yang gagal mencapai target, dunia usaha stagnan, pengganguran dan jumlah orang miskin bertambah.   

Arif Budimanta, mantan Ketua Tim Ekonomi Jokowi-JK kemudian memastikan,  dengan waktu terang tersisa dua bulan, sejumlah terobosan akan dilakukan Jokowi-JK.

Salah satunya menggenjot penerimaan pajak dengan reprofiling data wajib pajak.  Pajak akan memeriksa tiap NPWP dengan kewajaran asetnya. Yang disasar: wajib pajak yang punya usaha retail, industri ekstraktif, perkebunan, migas. "Potensi pajaknya besar," kata Arif. (Agus Triyono, Asep Munazat Zatnika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com