Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Diminta Kembalikan Sistem Ekonomi Sesuai Konstitusi

Kompas.com - 11/10/2014, 21:38 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Presiden RI terpilih Joko Widodo (Jokowi) diminta mengembalikan sistem perekonomian Indonesia sesuai dengan fondasi konstitusi yang menitikberatkan pada demokrasi ekonomi yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Dalam kondisi ekonomi global yang sedang gencar lakukan proses recovery saat ini, kita sudah pasti akan terseok. Pemerintah baru harus segera mengembalikan ekonomi kita pada fondasi konstitusi, yaitu demokrasi ekonomi," kata pengamat dari Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto di Jakarta, Sabtu (11/10/2014), seperti dikutip Antara.

Menurut dia, menteri yang terkait langsung dengan ekonomi harus diisi oleh orang-orang memiliki komitmen terhadap ekonomi rakyat. Jika hal itu tidak dilakukan, lanjut dia, konsep Trisakti yang digaungkan presiden terpilih hanya akan jadi pepesan kosong belaka.

"Justru akan sia-sia bilamana desain ekonomi kita kembali kepada model ekonomi yang mengandalkan pertumbuhan semata, tetapi lupa sisi visi keadilannya," kata Suroto.

Ia mengatakan bahwa selama satu dasawarsa terakhir masyarakat cenderung disuguhi ilusi kemakmuran. Indonesia seakan telah berkembang menjadi negara dengan ekonomi yang besar dengan masuknya dalam negara G-20 dan menjadi negara dengan angka pertumbuhan ekonomi terbesar nomor dua setelah Tiongkok.

"Kita terninabobokkan dan kita lupa bahwa fundamental ekonomi kita sebetulnya menjadi sangat rapuh dan taktahan goncangan," katanya.

Ia berpendapat, sistem ekonomi neoliberal yang diterapkan selama satu dasawarsa ini bila ditinjau dari tujuan konstitusi Indonesia untuk menciptakan keadilan dan kemakmuran dinilainya telah gagal.

Di samping itu, kata dia, sistem ekonomi pasar yang berorientasi pada pertumbuhan selama ini juga sebetulnya telah gagal menciptakan kesejahteraan rakyat sehingga tidak layak diteruskan.

"Sistem tersebut juga sebetulnya inkonstitusional dan hanya berikan keuntungan bagi segelintir orang," katanya.

Suroto mencatat, pertumbuhan ekonomi selama satu dasawarsa terakhir ini ternyata hanya menyisakan ketimpangan ekonomi yang begitu tajam. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang rata-rata 5,6 selama satu dasawarsa menciptakan kesenjangan sosial-ekonomi dengan Gini Rasio 0,42 atau terendah setelah Indonesia merdeka.

Fundamental ekonomi Indonesia dinilainya makin rapuh sehingga di akhir pemerintahan SBY basis ekonomi yang berorientasi pada broad-based economy, yang memprioritaskan pada komoditas ekspor ternyata tidak mampu memberikan surplus ekonomi.

"Kondisi yang terjadi justru sebaliknya, kita harus membayar mahal ketergantungan ekonomi kita pada utang dan juga impor produk pangan. Pada awal 2013 kita telah menderita kondisi ekonomi double defisit dalam neraca pembayaran dan neraca perdagangan. Ini bukti bahwa fundamental ekonomi kita rapuh," katanya.

Suroto menekankan, "Tanpa perubahan mendasar dalam strategi ekonomi dan juga tanpa adanya perubahan pendekatan kelembagaan, maka fundamental ekonomi Indonesia tetap akan rapuh."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com