Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis Bubuk Minuman, Mantan Wartawan Ini Raup Omzet Ratusan Juta

Kompas.com - 22/10/2014, 08:48 WIB

KOMPAS.com -
Memiliki cita-cita sebagai pengusaha sukses sedari kecil membawa Muhammad Syakir menjelma sebagai produsen bubuk minuman dingin yang kini sedang populer di masyarakat. Perjalanan kariernya sebagai pengusaha tentu melewati berbagai kegagalan dari berbagai bisnis yang telah dia jalankan sebelumnya.

Bahkan, dia sempat mencecap profesi sebagai wartawan selama delapan tahun lamanya, lantaran bisnis yang dia jalankan tidak kunjung membawanya pada kesuksesan finansial.

Namun, jiwa wirausaha yang dia miliki berhasil membawanya untuk kembali pada dunia bisnis. Berbekal kerja keras dan pantang putus asa, Syakir sukses membangun kerajaan bisnis dengan memiliki perusahaan sendiri bernama CV Jakarta Powder Drink sejak tahun 2012. Perusahaan ini memproduksi berbagai bubuk minuman yang biasa digunakan untuk membuat minuman dingin atau panas untuk kebutuhan restoran, kafe, hingga penjual minuman di pinggir jalan.

Sebut saja beberapa produk yang menggunakan produknya seperti es bubble, cappucino cincau, dan sejenisnya. Bubuk minuman yang di produksi di pabriknya terdiri dari bubuk minuman cokelat, bubuk kopi dan turunannya, bubuh teh, dan bubuk minuman rasa buah-buahan. Total varian rasa bubuk minumannya sebanyak 34 rasa.

Saat ini CV Jakarta Powder Drink sudah memiliki jaringan distribusi hingga ke seluruh Indonesia dengan total produksi hingga 6 ton bubuk dalam sebulan. Meski saat ini pabriknya belum sebesar industri besar, namun produk buatannya sudah tersebar hingga restoran dan rumah makan di seluruh Indonesia.

Pabrik untuk produksi berlokasi di Pondok Cabe, Depok yang juga merupakan tempat tinggalnya. Dalam proses produksi, Syakir dibantu oleh tiga orang karyawan yang menjalankan tiga mesin produksi. Dalam sehari produksi mencapai 200 kilogram (kg) bubuk minuman. Syakir sendiri bertugas menentukan racikan resep untuk bubuk serta melakukan pemasaran.

Produk yang dia tawarkan dijual dalam bentuk kemasan ukuran besar dengan harga Rp 60.000 hingga Rp 70.000 per kg. Memang, Syakir menyasar pembeli grosiran. Dia menjual kepada distributor dalam bentuk partai besar yang nantinya dijual lagi kepada pemilik usaha bubble tea, cappucino cincau, restoran, atau hotel.

Dengan penjualan minimal 6 ton bubuk per bulan, dalam sebulan Syakir bisa mendapat omzet hingga Rp 300 juta. Jika penjualan sedang ramai, omzet usahanya bisa mencapai Rp 500 juta per bulan. Pria Bugis yang menyelesaikan studi di jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Ibnu Chaldun, Jakarta ini bilang, penjualan selama semester terakhir ini meningkat tinggi. "Meski persaingan dengan pendatang baru semakin ketat, saya selalu menjaga kualitas agar pelanggan tetap bertahan," kata dia.

Syakir telah memiliki cabang distributor di 10 kota besar seperti Bandung, Surabaya, Makassar, Tangerang, dan Bogor. Dalam waktu dekat dia akan membuka cabang distribusi di empat kota lain yakni di Padang, Solo, Samarida, dan Medan. (Rani Nossar)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com