Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Pelajari Kemungkinan Implementasi Penghentian Impor Premium

Kompas.com - 22/12/2014, 17:35 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah masih mempelajari kemungkinan implementasi penghentian impor bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin RON 88 atau premium. Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas mengenai penghentian impor premium ini merupakan usul yang baik.

"Ya, tentu suatu usul yang baik. Memang sejak dulu sebenarnya itu usulan karena di samping soal suplai dan kualitas untuk kendaraan karena sulfurnya kurang kan," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (22/12/2014).

Dengan penghapusan impor premium, impor pertamax bisa meningkat. Menurut dia, tidak menjadi soal jika impor premium benar-benar dilakukan nantinya.

"Ini masalah kualitas saja, bukan masalah jumlahnya," kata Kalla.

Ia mengakui, pemerintah masih menunggu kesiapan kilang minyak dalam negeri sebelum menghentikan impor premium. Selain itu, kata Kalla, diperlukan sedikit perubahan teknis terkait implementasinya. Politikus Partai Golkar ini pun menilai penghapusan impor premium tidak akan merugikan masyarkat. Selain dari sisi suplai, kata dia, kualitas pembakaran pertamax lebih baik dibandingkan premium sehingga mesin kendaraan bisa lebih awet.

"Saya katakan itu penting untuk suplai dan kedua sangat penting kualitas pembakaran sehingga mesin-mesin itu lebih awet sebenarnya," ujar dia.

Sebelumnya, Tim Reformasi Tata Kelola Migas merekomendasikan agar Pertamina juga melakukan importasi bensin RON 92 atau sejenis pertamax. Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri, Minggu (21/12/2014), menyampaikan, salah satu latar belakang dikeluarkannya rekomendasi tersebut adalah formula penghitungan harga indeks pasar untuk premium dan solar berdasarkan data masa lalu yang sudah relatif lama sehingga tidak mencerminkan kondisi terkini.

Anggota tim, Daniel Purba, menambahkan, dalam publikasi internasional pun saat ini sudah tidak tercantum RON 88. Produk ini, kata dia, memang tidak transparan dan likuiditas di market pun tidak banyak. Adapun yang ada di pasar internasional saat ini adalah bensin RON 92 karena memang produk inilah yang banyak diperdagangkan di pasar internasional. Selain itu, likuiditas juga cukup tinggi. Dengan demikian, mekanisme penetapan harga pasar jauh lebih transparan dibanding menggunakan Mogas 88.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

InJourney: Bergabungnya Garuda Indonesia Bakal Ciptakan Ekosistem Terintegrasi

InJourney: Bergabungnya Garuda Indonesia Bakal Ciptakan Ekosistem Terintegrasi

Whats New
KAI Bakal Terima 1 Rangkaian Kereta LRT Jabodebek yang Diperbaiki INKA

KAI Bakal Terima 1 Rangkaian Kereta LRT Jabodebek yang Diperbaiki INKA

Whats New
BTN Relokasi Kantor Cabang di Cirebon, Bidik Potensi Industri Properti

BTN Relokasi Kantor Cabang di Cirebon, Bidik Potensi Industri Properti

Whats New
Pengelola Gedung Perkantoran Wisma 46 Ajak 'Tenant' Donasi ke Panti Asuhan

Pengelola Gedung Perkantoran Wisma 46 Ajak "Tenant" Donasi ke Panti Asuhan

Whats New
Shell Dikabarkan Bakal Lepas Bisnis SPBU di Malaysia ke Saudi Aramco

Shell Dikabarkan Bakal Lepas Bisnis SPBU di Malaysia ke Saudi Aramco

Whats New
Utang Rafaksi Tak Kunjung Dibayar, Pengusaha Ritel Minta Kepastian

Utang Rafaksi Tak Kunjung Dibayar, Pengusaha Ritel Minta Kepastian

Whats New
BEI Enggan Buru-buru Suspensi Saham BATA, Ini Sebabnya

BEI Enggan Buru-buru Suspensi Saham BATA, Ini Sebabnya

Whats New
PT Pamapersada Nusantara Buka Lowongan Kerja hingga 10 Mei 2024, Cek Syaratnya

PT Pamapersada Nusantara Buka Lowongan Kerja hingga 10 Mei 2024, Cek Syaratnya

Work Smart
Koperasi dan SDGs, Navigasi untuk Pemerintahan Mendatang

Koperasi dan SDGs, Navigasi untuk Pemerintahan Mendatang

Whats New
Cadangan Devisa RI  Turun Jadi 136,2 Miliar Dollar AS, Ini Penyebabnya

Cadangan Devisa RI Turun Jadi 136,2 Miliar Dollar AS, Ini Penyebabnya

Whats New
Bea Cukai Klarifikasi Kasus TKW Beli Cokelat Rp 1 Juta Kena Pajak Rp 9 Juta

Bea Cukai Klarifikasi Kasus TKW Beli Cokelat Rp 1 Juta Kena Pajak Rp 9 Juta

Whats New
Luhut Optimistis Upacara HUT RI Ke-79 Bisa Dilaksanakan di IKN

Luhut Optimistis Upacara HUT RI Ke-79 Bisa Dilaksanakan di IKN

Whats New
Perkuat Distribusi, Nestlé Indonesia Dukung PT Rukun Mitra Sejati Perluas Jaringan di Banda Aceh

Perkuat Distribusi, Nestlé Indonesia Dukung PT Rukun Mitra Sejati Perluas Jaringan di Banda Aceh

BrandzView
Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BRI hingga CIMB Niaga

Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BRI hingga CIMB Niaga

Whats New
Harga Emas Dunia Turun di Tengah Penantian Pasar

Harga Emas Dunia Turun di Tengah Penantian Pasar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com