Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dulu Kebijakan Susi Dianggap Menyakitkan, Kini Dipuji

Kompas.com - 27/02/2015, 21:30 WIB
Yoga Sukmana

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melarang bongkar muat di tengah laut atau transhipment sempat ditentang pengusaha. Pasalnya, aturan itu dinilai akan membuat biaya operasional kapal naik karena harus melakukan bongkar muat di pelabuhan.

Namun, pandangan itu kini mulai mencair. Setelah berdiskusi dengan Susi selama delapan jam hari ini, para pengusaha tuna justru memandang langkah Susi itu memiliki tujuan yang baik bagi sektor perikanan.

"Kita berpikir awalnya (pelarangan transhipment) menyakitkan, tetapi kita mulai mengerti dan tujuannya bagus sekali," puji Sekretaris Jenderal Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Dwi Agus kepada Susi, di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Jumat (27/2/2015).

Lebih lanjut, kata Dwi, sekarang dia bisa memahami mengapa Susi tetap bertahan dan tak mencabut aturan yang banyak ditentang itu. Pasalnya, aturan itu memiliki tujuan yang baik, yaitu menjaga agar ikan Indonesia tak lari ke negara lain melalui bongkar muat di tengah laut. Bahkan, Dwi mengaku, tangkapan ikan tuna di laut tetap baik meski ada aturan itu.

Meski begitu, dia mengatakan bahwa pengusaha kewalahan karena biaya operasional kapal membengkak karena harus melakukan bongkar muat di pelabuhan. Hasilnya, biaya bahan bakar menjadi naik. Oleh karena itu, dia meminta pemerintah untuk juga memikirkan nasib para pengusaha.

"Setelah berdialog, memang betul, mau tidak mau harus dipikirkan bersama. Kita mulai mengerti. Tinggal pemerintah yang bermain agar pemain (pengusaha) untung," ujar dia.

Di sisi lain, kata Dwi, pemerintah juga harus memperhatikan berbagai usaha pengolahan ikan (UPI) tuna yang mengalami kekurangan pasokan. Oleh karena itu, pengkajian impor pun harus mulai diperhatikan. "Impor kata Bu Menteri bilang silakan, asalkan identitasnya jelas," ucap Dwi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com