Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aman... Stok Pupuk Bersubsidi untuk Tanam April!

Kompas.com - 02/04/2015, 12:09 WIB
Latief

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Stok pupuk bersubsidi secara nasional dalam menghadapi musim tanam April tahun ini ini dipastikan aman. Berdasarkan data pelaksanaan yang telah dihimpun induk BUMN PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) dari lima produsen BUMN pupuk alokasi sudah mencukupi bahkan stok yang disiapakan melebihi ketentuan Peraturan Menteri Pertanian.

"Karena produsen telah mengalokasikan stok jauh dari permintaan yang diajukan dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) petani di daerah yang mencapai 13,18 juta ton," ujar Budi Asikin, Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), Budi Asikin, dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (2/4/2015). 

Sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 130 Tahun 2014 tertanggal 27 November 2014 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2015, total pupuk bersubsidi yang harus didistribusikan mencapai 9,55 juta ton. Pupuk bersubsidi tersebut terdiri dari urea (4,1 juta ton), NPK (2,55 juta ton), ZA (1,05 juta ton), organik (1,0 juta ton) dan SP-36 (850 ribu ton).

"Masih ada kelebihan yang disiapkan agar pasokan ke petani bisa tetap terjaga, Jadi tidak usah khawatir akan terjadi kelangkaan," lanjut Budi.

Budi menambahkan, sampai Maret 2015 sudah ada 31 gubernur dari 34 provinsi yang mengeluarkan peraturan alokasi pupuk bersubsidi. Dari 484 kabupaten, hanya 181 bupati yang sudah menerbitkan peraturan alokasi pupuk di wilayahnya.

Isu kelangkaan

Budi juga menjelaskan, mengenai isu kelangkaan pupuk yang sering diributkan akhir-akhir ini sebenarnya sudah berulang terjadi pada setiap musim tanam awal tahun. Menurut dia, persoalannya masih sama.

"Petani tidak bisa memperoleh pupuk ketika ingin menanam, padahal pupuknya sering kali ada di kios resmi, distributor, dan gudang-gudang produsen baik di lini III (kabupaten) sampai l (pabrik)," ujarnya.

Menurut dia, isu kelangkaan terjadi karena banyak faktor. Salah satu faktor yang selalu terjadi adalah peraturan gubernur dan bupati yang menjadi dasar alokasi dan penyaluran pupuk bersubsidi datang terlambat.

"Pupuknya ada, tapi kami sebagai produsen tidak berani mendistribusikan tanpa ada dasar hukum, peraturan gubernur dan bupati tersebut," kata Budi.

Dia mencontohkan seperti terjadi di Kabupaten Malang. Sekretaris Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sukobagyo mengatakan, alokasi pupuk bersubsidi di wilayahnya hanya sekitar 64,77 persen dari kebutuhan.

Pihaknya mengajukan kebutuhan pupuk bersubsidi sesuai RDKK sebesar 242.557 ton, untuk tanaman pangan, perkebunan dan peternakan rakyat, serta perikanan budidaya. Namun, kabupaten tersebut hanya mendapat alokasi pupuk sebanyak 157.102 ton.

"Ada kekurangan pupuk sebesar 85.455 ton," ujarnya.

Untuk Januari-Februari 2015 saja penyerapan pupuk bersubsidi di Kabupaten Malang telah mencapai 18,8 persen dari total alokasi setahun. Beruntung ada keluwesan peraturan pemerintah yang membolehkan untuk merelokasi jatah pupuk dari wilayah lain atau bulan lainnya. Dengan demikian, tutur Budi, produsen bisa menyalurkan pupuk meskipun jatah di suatu daerah sudah habis.

"Intinya sebagai produsen, kami baru akan menyalurkan pupuk bersubsidi bila ada perintah dari pemerintah baik di pusat maupun daerah," kata Budi.

Sementara itu, Manager Humas PT Petrokimia Gresik (Petrogres) anak perusahaan PIHC, Yusuf Wibisono, mengatakan salah satu upaya untuk menekan penyelewengan pupuk bersubsidi adalah mendaftarkan nama para pembeli. Adapun hal lain penyebab kelangkaan adalah pemakaian pupuk secara berlebihan. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Whats New
OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

Whats New
Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Whats New
Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Whats New
Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Whats New
Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Whats New
Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Earn Smart
Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Whats New
Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Whats New
Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Whats New
Pasar Kripto Berpotensi 'Rebound', Simak Prospek Jangka Panjangnya

Pasar Kripto Berpotensi "Rebound", Simak Prospek Jangka Panjangnya

Earn Smart
Asosiasi 'Fintech Lending' Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Asosiasi "Fintech Lending" Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com