Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Sawit Dukung "CPO Supporting Fund"

Kompas.com - 01/06/2015, 14:38 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mendukung kebijakan pemerintah yang mewajibkan seluruh perusahaan anggotanya membayar dana pendukung sawit (CPO supporting fund/CSF) sebesar 50 dollar AS untuk setiap ton CPO yang diekspor.
 
Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan menilai,  kebijakan tersebut bisa memperbaiki harga CPO dunia yang rendah dan bisa menggairahkan bisnis CPO yang sedang lesu saat ini akibat rendahnya harga dunia saat ini. 

“Jika dilihat jangka panjang aturan itu secara tidak langsung dapat mendongkrak harga CPO yang sejak semester II/2014 mengalami penurunan,” katanya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (15/5/2015).
 
Ia mengemukakan, kebijakan CPO Fund ini,  bisa meningkatkan konsumsi CPO di dalam negeri. Karena, sebut dia, mulai 1 April 2015, pemerintah mewajibkan seluruh badan usaha tersebut mencampurkan 15 persen biodiesel untuk BBM jenis solar dan sejenis.

Selain itu, lanjutnya, secara teoritis kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan konsumsi CPO di dalam negeri dengan menyinergikan kebijakan B15. Dengan peningkatan permintaan di dalam negeri, tambah dia, otomatis akan terjadi penurunan pasokan di pasar global sehingga harga CPO meningkat.
 
“Kalau serapan dalam negeri meningkat, diharapkan harga CPO sebagai bahan baku biodiesel juga meningkat. Jadi tidak masalah jika pengusaha CPO menyubsidi dengan membayar CPO fund tersebut, karena untuk jangka panjang bisa meningkatkan permintaan dan harga itu sendiri,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Petani Sawit Asmar Arsyad. Menurut Asmar kebijakan tersebut akan mengakomodir peremajaan pohon sawit. 

“Meski akibat penerapan CSF ini akan mengakibatkan harga sawit ditingkat petani turun Rp 200 per kilogram namun karena adanya hal yang positif dalam penerapan CSF ini seperti peremajaan kelapa sawit maka kita sangat mendukungnya,” ucap Asmar.
 
Perpres No 61/2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau CSF resmi diberlakukan pada 25 Mei 2015.
 
Menteri Perdagangan (Mendag) Rahmat Gobel menilai, kebijakan tersebut tidak akan menurunkan daya saing industri. Sebab, kebijakan tersebut sebelumnya telah disosialisasikan kepada para pengusaha.
 
”Tidak memberatkan karena sebelum aturan keluar sudah ada sosialisasi terlebih dahulu kepada pengusaha,” kata Gobel di sela acara Munas Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) di Kantor PLN Pusat, Jakarta, kemarin.

Dia pun mengakui, dalam aturan itu terdapat pungutan yang wajib dibayarkan perusahaan pengekspor CPO sebesar 50 dollar AS per ton dan yang mengekspor produk turunan CPO sebesar 30 dollar AS per ton.
 
Selain itu, terdapat iuran tambahan yang harus dibayarkan oleh perusahaan pemilik kebun kelapa sawit.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com