Surat pengajuan disampaikan ke Bank Indonesia beberapa pekan lalu. "Kami mengajukan penangguhan hingga rupiah stabil. Dalam surat, kami tidak menyebutkan batas waktu pengajuan penangguhan, hanya hingga rupiah stabil saja," ujar Ketua Asita Jawa Barat Budijanto Ardiansjah kepada Kompas.com, Rabu (12/8/2015).
Budijanto menjelaskan, untuk konsumen domestik dengan perjalanan dalam negeri, penggunaan rupiah tidak menjadi masalah. Namun, untuk konsumen asing atau perjalanan ke luar negeri, fluktuasi rupiah sangat berpengaruh. Dalam sejumlah kasus, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika menyebabkan pihaknya merugi.
Ia mencontohkan ketika pihaknya menandatangani kontrak dengan sejumlah nilai yang dirupiahkan. Ketika acara tiba, pihaknya gigit jari karena terjadi perbedaan kurs yang lumayan sehingga mengalami kerugian. Belum lagi faktor psikologis konsumen.
Dalam beberapa kasus, beberapa kliennya biasa membayar dalam bentuk dollar AS, misalnya 5.000 dollar AS. Namun begitu di rupiahkan nilainya menjadi puluhan juta. Kliennya langsung kaget dan menunda perjalanan. Padahal jumlahnya sama saja.
“Penangguhan ini bukan berarti kami tidak setuju. Kami setuju dengan penggunaan rupiah sebagai alat transaksi, tapi untuk sekarang disaat nilai tukar rupiah tidak bisa diprediksi, kami memohon adanya penangguhan,” ucapnya.
Sebenarnya, sambung Budijanto, bukan hanya perusahaan tour and travel yang membutuhkan kestabilan mata uang. Karena perusahaan manapun di Indonesia, terutama yang biasa menggunakan mata asing, sangat mendambakan nilai rupiah yang stabil.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.