Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rupiah Melemah, Industri Perikanan Memanen Untung

Kompas.com - 26/08/2015, 12:21 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Jika banyak sektor industri terpuruk karena menanggung efek pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS), maka sektor perikanan bisa dikecualikan. Sejumlah perusahaan perikanan yang berorientasi ekspor justru memanfaatkan momentum ini untuk bisa menggenjot penjualan ekspor mereka hingga akhir tahun.

Lihat saja, PT Dharma Samudera Fishing Industry Tbk yang memasang target ekspor tahun ini tumbuh 20 persen di atas realisasi tahun lalu menjadi 25 juta dollar AS. Maklum, 95 persen penjualan emiten dengan kode DSFI ini adalah ekspor.

Hanya saja, Herman Sutjiamidjaja, Direktur Dharma Samudera membantah jika perusahaannya disebut tengah berusaha mengambil untung dari kejatuhan rupiah. "Memang pasarnya saat ini cukup mendukung sehingga ekspor bisa ditingkatkan," ujarnya kepada Kontan, Selasa (25/8/2015).

Menurut Herman, kinerja perusahaan tahun ini didorong bukan karena pelemahan rupiah melainkan pemberantasan illegal fishing yang digaungkan pemerintah sejak awal tahun ini. Pasalnya, sejak tidak ada kapal eks asing beroperasi di perairan Indonesia, hasil tangkapan nelayan yang memasok ikan ke perusahaan meningkat 20 persen-30 persen. Apalagi, hasil tangkapan ikan negara tetangga pun berkurang sehingga pasar ekspor menjadi minim kompetitor.

Sebagai catatan, DSFI membukukan penjualan 1.848 ton atau senilai Rp 136,54 miliar selama semester I-2015. Sebanyak 1.548 ton atau senilai Rp 131,47 miliar di antaranya untuk ekspor, sisanya lokal. DSFI juga berhasil mencetak laba bersih Rp 3,78 miliar.

Berbeda dengan DSFI, PT Central Proteina Prima Tbk justru tidak mau buru-buru merevisi target ekspor tahun ini. Yulian Riza, Corporate Communication CPRO mengatakan, perusahaannya tetap mempertahankan porsi ekspor di angka 31 persen dari target penjualan perusahaan tahun ini senilai Rp 10 triliun.

Yulian mengakui jika perusahaannya diuntungkan atas pelemahan nilai kurs ini. Namun di sisi lain, perusahaan juga mesti mengimpor bahan baku pakan serta mesin pengolahan yang memakan 50 persen dari belanja perusahaan.

Untuk itu, ketimbang memperbesar volume ekspor, CPRO lebih memilih untuk memperluas pasar ekspor sebagai strategi menjaga kinerja perusahaan. "Penjajakan pasar baru pasti ada. Saat ini kami sedang menjajaki Eropa Timur," ujar Yulian.

Selama semester I-2015, CPRO mencatatkan penjualan Rp 4,64 triliun. Namun rugi bersih perusahaan justru membengkak dari Rp 107,37 miliar pada semester I-2014 menjadi Rp 307,85 miliar karena imbas pelemahan rupiah di pertengahan tahun. (Adisti Dini Indreswari)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com