Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Skenario Terburuk Harga Minyak Dunia

Kompas.com - 14/09/2015, 14:19 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Goldman Sachs menyulut sinyal buruk ke pasar minyak. Pekan lalu, raksasa perusahaan keuangan yang berbasis di Amerika Serikat (AS) ini memangkas prediksi harga minyak bahkan hingga ke posisi 20 dollar AS per barel.

Hitungan Goldman Sach, dunia kebanjiran pasokan minyak mentah. Memang, Amerika Serikat (AS) menurunkan produksi. Tapi negara anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) terus memompa produksi minyak. Kini, suplai minyak dunia mencapai 96,4 juta barel per hari, sementara kebutuhannya hanya 93,5 juta barel per hari.

Hingga pekan lalu, posisi stok minyak juga berlebih 2,6 juta barel menjadi 458 juta barel. Akibat melubernya pasokan minyak, Goldman memangkas proyeksi harga minyak West Texas Intermediate (WTI) tahun 2016 menjadi 45 dollar AS per barel dari sebelumnya 57 dollar AS per barel.

Bahkan skenario terburuk, jika luberan produksi tak terbendung, harga minyak mentah bakal tergelincir ke level 20 dollar AS per barel. Sebagai perbandingan, Jumat lalu, harga minyak WTI untuk kontrak Oktober 2015 bertengger di posisi 44,63 dollar AS per barel, turun dari posisi 45,92 dollar AS per barel.

Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo berpendapat, penurunan harga minyak memunculkan dua skenario bagi Indonesia. Sebagai importir minyak, harga minyak yang murah berefek positif bagi ekonomi Indonesia. "Ekonomi akan mendapatkan tenaga ekstra dari penurunan ini," ujar dia kepada Kontan Minggu (13/9/2015).

Persoalannya, di sisi lain, kultur di Indonesia sangat buruk terkait harga minyak. Sewaktu harga BBM turun, inflasi tak ikut turun. Tapi ketika harga BBM naik, harga barang ikut naik. "Kultur ini perlu diubah," tegas Satrio.

Kepala Riset NH Korindo Securities Reza Priyambada melihat, penurunan harga minyak membuat defisit transaksi berjalan (current account deficit) Indonesia bisa membaik. Syaratnya, kurs rupiah menguat terhadap dollar AS.

Penilaian Satrio, menyusutnya harga minyak menguntungkan sebagian emiten, terutama sektor konsumer. Sebab, penurunan harga minyak bisa berefek ke tarif listrik dan Bank Indonesia bisa menurunkan bunga. Sebaliknya, penurunan harga minyak bakal menekan emiten pertambangan mineral, gas dan batubara.

Padahal, emiten ini sudah tertekan. Bahkan, bobot indeks pertambangan di BEI sudah pudar. Tahun 2010, bobot emiten tambang terhadap IHSG sekitar 16,29 persen atau posisi kedua setelah perbankan. Kini, bobot indeks pertambangan, termasuk migas, turun ke posisi delapan dan hanya menopang 3,79 persen terhadap IHSG.

Prediksi Satrio, harga minyak bertahan di level support saat ini US$ 42 per barel. Skenario terburuknya, harga minyak jatuh ke level US$ 30 per barel. "Untuk jatuh ke posisi US$ 20 per barel, masih sulit," kata dia. (Agustinus Beo Da Costa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Whats New
IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com