Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RJ Lino, Kereta Api, dan Kaca Spion

Kompas.com - 17/09/2015, 09:46 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan pemerintah menghidupkan kembali jalur rel kereta barang di Pelabuhan Tanjung Priok masih menyisakan banyak pertanyaan bagi Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino. Bahkan, ia sempat menganalogikan keputusan pemerintah tersebut layaknya pengemudi kendaraan yang terus-terusan melihat kaca spion, melihat ke belakang, menengok sejarah yang sudah tertinggal, dan coba kembali merekonstruksi puing masa lalu yang sudah dikubur beton "alas kaki" peti kemas pelabuhan.

Di mata bos Pelindo II itu, pengendara yang selalu melihat kaca spion bukanlah pengendara yang sedang melaju ke arah depan, melainkan mundur. Tak akan pernah jadi pemenang suatu bangsa kalau terus-terusan menoleh ke belakangan. Begitu kata Lino. (baca juga: Dituduh Punya "Beking Super", Ini Jawaban RJ Lino)

"Banyak kita lihat kaca spion, yang ada tabrak-tabrak terus. Balapan (bukan jadi) bangsa pemenang, tapi untuk jadi bangsa terbelakang, jadi kaca spion balapan untuk jadi bangsa terbelakang," ujar Lino di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (16/9/2015).

Bagi dia, Pelabuhan Tanjung Priok sekarang tak lagi sama dengan 1 windu lalu, 1 dasawarsa lalu, apalagi 1 abad lalu. Masyarakat yang sering Pelabuhan Tanjung Priok pasti tahu perubahan yang dilakukan Pelindo II, tutur dia. "Saya tidak ingin bangsa kita ditertawakan bangsa lain. Zaman sudah berubah, jadi pakai kacamata yang biar jauh ke depan gitu lho. Bukan melihat kaca spion ke belakang," kata dia.

Menurut Lino, masuknya kereta barang ke Pelabuhan Tanjung Priok tak akan berdampak signifikan bagi mengurangi peti kemas yang menumpuk. Dari kaca mata bos Pelindo II itu, moda transportasi kereta tak perlu diharapkan berpartisipasi besar mengurangi kepadatan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok apalagi mampu mengurangi kemacetan jalanan ibu kota.

Ia mencontohkan Jepang. Transportasi kereta di Negeri Sakura itu, sebut Lino, hanya memiliki market share logistik barang 3,8 persen. Sementara angkutan logistik barang 60 persen mengunakan kapal laut dan sisanya menggunakan truk.

Peliknya, ucap dia, pemerintah akan memiliki problem cukup besar apabia ingin menjadikan kereta sebagai angkutan logistik. "Di Jepang itu enggak ada kereta api yang satu bidang begini kalau enggak underground atau flyover. Di Jakarta, dari Priok aja ada tiga crossing yang sebidang ya di Kemayoran, Senen banyak sekali yang satu bidang crossing-nya. Jadi kalian harapin kereta api di jakarta untuk angkut barang tuh paling 3 persen aja udah istimewa. Enggak akan tiga persen. Coba kalau tiga persen bisa ngurangi kemacetan enggak? enggak bisa," kata dia.

Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli punya pandangan yang berbeda dengan Lino soal rel kereta bersejarah itu. Masa lalu menurut dia sudah menyediakan kemudahan akses ke Pelabuhan Tanjung Priok berupa rel kereta barang. Namun justru anak bangsa sendiri yaitu Pelindo II yang mengubur dalam akses tersebut dengan beton demi penyediaan lahan penumpukan peti kemas untuk kepentingan bisnis semata.

Rizal juga mengakui peran vital kereta api dalam sistem logistik nasional. Oleh karena itu lah, dia memutuskan membongkar beton milik Pelindo II yang sengaja mengubur rel kereta barang di Pelabuhan Tanjung Priok. Menurut dia, karena kebijkan Pelindio II itu, kereta barang tak bisa masuk ke pelabuhan sehingga terjadilah penumpukan peti kemas.  (baca: "Kepret" Pelindo II, Rizal Ramli Hancurkan Beton di Tanjung Priok)

Pandangan Lino soal kereta api juga kontras dengan pandangan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Bagi Jonan yang mantan Direktur Utama KAI, kereta api adalah moda transportasi yang efektif memindahkan orang atau barang dalam jumlah masal dari satu tempat ke tempat lainya. Karena hal itu pula, dalam 5 tahun ke depan, Jonan sudah memproyeksikan pembangunan jalur kereta api besar-besaran di seluruh Pulau Besar di Indonesia. (baca juga: Bertemu dan Bahas Banyak Isu, Menhub Jonan dan RJ Lino "Islah"?)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com