Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RJ Lino Bicara soal Kedekatannya dengan Orang-orang di Lingkaran Istana

Kompas.com - 19/10/2015, 11:45 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

KOMPAS.com — Sejak beberapa bulan lalu, nama Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino atau RJ Lino begitu ingar-bingar di jagat pemberitaan nasional. Entah berapa kali berita tentang dirinya menjadi headline di berbagai media baik cetak maupun elektronik.

Di mata publik, sosok pria kelahiran 7 Mei 1953 itu begitu lekat dengan kontroversi. Gaya bicara dan sikapnya yang blakblakan tak pelak membuatnya dicap arogan, bahkan sombong, oleh sebagian orang yang menentangnya.

Label "orang dekat" di lingkar satu istana pun melekat pada sosok RJ Lino. Aksinya "mengadukan" penggeledahan kantor Pelindo II oleh tim Bareskrim kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno membuat rasa penasaran publik.

Sebenarnya, ada hubungan khusus apa Lino dengan orang-orang di lingkar satu istana itu? Apalagi, seusai kejadian itu, Kepala Bareskrim Polri saat itu, Komjen Budi Waseso, langsung dicopot dari posisinya dan dipindahkan ke Badan Narkotika Nasional (BNN).

Banyak orang yang mengaitkan pencopotan Budi Waseso berkaitan dengan kasus Pelindo II. Selasa (13/10/2015), saat ditemui Kompas.com di kantornya, RJ Lino kembali bicara blakblakan.

Dia pun banyak bercerita mengenai hubungannya dengan Sofyan Djalil dan Rini Soemarno.

Sofyan Djalil sangat istimewa
Sofyan Djalil adalah orang pertama yang menelepon Lino kala kantor Pelindo II digeledah penyidik Bareskrim atas dugaan korupsi pengadaan mobile crane.

Bahkan, pembicaraan via telepon seluler itu diumbar di hadapan media. Lino mengakui, hubungannya dengan Sofyan Djalil sangat dekat. Kata dia, Sofyan-lah orang yang memintanya kembali ke dunia pelabuhan nasional, memegang tampuk jabatan Direktur Utama Pelindo II tahun 2009 silam.

Saat itu Sofyan Djalil menjabat sebagai Menteri BUMN. Pria 62 tahun itu masih ingat betul awal mula cerita kariernya kala Sofyan meminta menjadi Dirut Pelindo II.

"Saya ingat sekali, waktu itu beliau (Sofyan Djalil) interview saya, waktu itu ada Pak Said Didu sebagai Sekretaris Menteri BUMN. Beliau (Sofyan) tanya ke saya, 'Pak Lino, menurut Pak Lino, pelabuhan di Indonesia seperti apa sekarang?'," kata Lino sembari menuturkan kata-kata Sofyan.

"Saya bilang, 'Pak, waktu saya berhenti di sini tahun 1990, itu Priok salah satu yang terbaik di Asia. Hanya kalah sama di Singapura, Jepang, dan Hongkong. Dan saat ini (2009), saya enggak tahu urutan keberapa. Tapi, saya tahu kesalahan terbesar Priok enggak maju itu karena kantor Bapak ini (Kementerian BUMN)'. Coba ini menteri nawarin job, tapi saya salahin," kata Lino sambil tersenyum.

Secara langsung, dia mengaku mengkritik Sofyan karena hanya melihat keberhasilan direksi Pelindo II saat itu dari segi keuntungan, bukan pelayanan.

Di mata Lino, hal tersebut dipercaya menjadi satu kesalahan Kementerian BUMN kala itu. Meski dikritik, ucap Lino, Sofyan Djalil bisa menerimanya.

Bahkan, Lino meminta syarat-syarat "gila" bila Sofyan menginginkan seorang RJ Lino menjabat sebagai bos Pelindo II.

Pertama, keuntungan perusahaan tak boleh lagi dijadikan penilaian utama kinerja direksi Pelindo II. Pelayanan harus jadi indikator utamanya. Persentase yang diminta saat itu 20 persen untuk keuntungan, 80 persen untuk pelayanan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com