Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Golongan Peserta Ini Menjadi Penyumbang Defisit BPJS Kesehatan, Bagaimana Solusinya?

Kompas.com - 29/10/2015, 05:09 WIB

                                              Oleh Kemal Imam Santoso

JAKARTA, KOMPAS.com - Harian Kompas terbitan Kamis (15 Okt 2015) dan Kompas.com menurunkan berita mengenai kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang bermasalah.

“Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan akan mengalami defisit likuiditas Rp 5,85 triliun akhir 2015. Hal itu bisa mengganggu pelayanan program Jaminan Kesehatan Nasional,” demikian salah satu kutipan dari berita tersebut di atas.

Berita tersebut menjelaskan kondisi kesulitan likuiditas yang dihadapi BPJS Kesehatan karena melonjaknya jumlah peserta JKN.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan bahwa kelompok peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) adalah penyebab utama kesulitan likuiditas.

Memang tak dimungkiri, jumlah PBPU tentu merupakan penyumbang utama atas jumlah klaim. Sebelumnya BPJS Kesehatan memproyeksikan akan terdapat 600.000 peserta PBPU pada 2014. Namun saat ini kelompok PBPU sudah mencapai 10 juta orang dari 152 juta keseluruhan peserta JKN.

Siapakah mereka PBPU ini? PBPU adalah orang yang bekerja sendiri, iurannya tidak dibayar oleh Pemerintah (Non Penerima Bantuan Iuran/ Non PBI).

Kelompok PBPU merupakan kelompok yang “asing” bagi BPJS Kesehatan. Kenapa begitu? Mari kita kenali jenis jenis kelompok peserta JKN.

Pertama adalah Kelompok PBI, yang dahulunya peserta Jamkesmas. PT Askes (sebelum bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan) telah menangani jaminan kesehatan mereka sejak tahun 2007. Risk behavior PBI telah cukup dikenal.

Kelompok kedua adalah Peserta eks Askes dan TNI/POLRI aktif. Di sini BPJS Kesehatan sudah amat piawai mengenali risiko mereka. Hal ini terbukti dari kinerja PT Askes sebelum tahun 2014.

Kelompok ketiga adalah Peserta Penerima Upah, yang merupakan pekerja formal (swasta, BUMN, BUMD dll). Jaminan kesehatan mereka sebelumnya ditangani oleh asuransi komersial (umumnya berbasis indemnity) dan jaminan kesehatan yang disediakan oleh PT Jamsostek sebelum bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

Pemetaan risiko dapat dilakukan dengan berkordinasi dengan PT Jamsostek.

Nah, bagaimana dengan kelompok PBPU ini? Apakah risk behavior mereka begitu dahsyatnya sehingga menyulitkan likuiditas BPJS Kesehatan ?

Dalam hal profil usia dapat diasumsikan dengan memproyeksikan bauran atau komposisi penduduk Indonesia sebanyak kurang lebih 250 juta. PBPU ini menempati 7 persen dari komposisi peserta JKN.

Apabila menggunakan pendekatan konservatif, kelompok yang masih “asing” ini tidak memiliki jaminan apapun (tidak punya pensiun, tidak punya jaminan kecelakaan kerja).

Namun di sisi lain, peranan kelompok ini cukup besar dalam menggerakkan perekonomian Indonesia. Mereka bekerja sendiri, bahkan ada yang mempekerjakan orang lain (seperti pemilik warteg di Jakarta).

Mereka juga tidak mengharapkan pemerintah memberi pekerjaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com