Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Malang, Minum Bisa Langsung dari Air Keran!

Kompas.com - 04/12/2015, 13:29 WIB
Sri Noviyanti

Penulis


KOMPAS.com
– Pada satu masa, apes sekali nasib Suwito ini. Bekerja di perusahaan air minum, membuat lelaki paruh baya tersebut berjibaku dengan masalah non-revenue water (NRW), alias "kebocoran" yang menyebabkan kehilangan pemasukan perusahaan dari sejumlah volume air yang disalurkan.

Penyebab kebocoaran itu macam-macam. Menjadi Manajer NRW Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Malang, Suwito harus bertanggung jawab atas semua urusan tersebut, berikut dampaknya, termasuk soal nominal yang tak didapat dari air yang mengucur dan penilaian buruk pelanggan.

“Ini menjadi perhatian khusus bagi kami yang bekerja di PDAM. Saat itu, saya merasa gagal dan harus belajar dari situ,” tutur Suwito, saat berbicara dalam Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KSAN) 2015, beberapa waktu lalu.

Di lapangan, masalah kebocoran air dianggap wajar. Namun, bagi perusahaan hal itu sangat merugikan. Sistem penetapan tarif dan berbagai kebijakan pengumpulan pendapatan tidak mencerminkan nominal yang sesungguhnya dari air yang dipasok.

Lima tahun lalu, angka kehilangan air di Malang hampir mencapai 50 persen. Suwito sempat pusing karena itu. Selain tekanan dari perusahaan, ia kena teguran pula dari Pemerintah Kota Malang.

“Belum punya solusi saat itu, tetapi pengalaman saya mengabdi di perusahaan ini selama 25 tahun membuat saya mantap mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya,” tutur Suwito. Dari kegagalan ini, Suwito belajar.

Teguran pemerintah kota tak sebatas berupa peringatan soal angka kehilangan air sebagai tanggung jawabnya, tapi juga dipasangnya target menurunkan nilai NRW menjadi 19 persen. Target tersebut mendapat tenggat waktu pewujudan lima tahun.

“Tantangan itu saya terima. Sekarang, sebagai pembuktian, pada awal 2015 ini nilai NRW sudah mencapai angka 19 persen,” ujar Suwito bungah.

Perjuangan

Suwito masih ingat betul detail perjuangan menurunkan angka kehilangan air itu. “Saya mengawalinya dengan merombak organisasi divisi NRW. Sumber daya manusia (SDM) harus dipersiapkan dengan matang supaya pemahamannya akan NRW ini sama dan mau mengubah sistem yang selama ini ada,” papar dia.

Tak hanya merombak, dia juga membentuk Unit Kehilangan Air dalam struktur organisasi PDAM. Unit ini melakukan sejumlah usaha, mulai pemetaan wilayah pelayanan hingga peningkatan kualitas peralatan. Dari unit tersebut lahir peta 11 zona pelayanan dan distrik meter area (DMA) untuk mengontrol aliran, tekanan, angka kehilangan, dan kualitas air terdistribusi.

KOMPAS.com/SRI NOVIYANTI Suwito, memaparkan kinerja PDAM Kota Malang terkait non-revenue water (NRW), dalam Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional, Rabu (11/11/2015).

Berdasarkan analisa Suwito, pemicu kehilangan air di Malang adalah konsumsi resmi tidak berekening, pencurian air, serta ketidakakuratan meter pelanggan dan kesalahan penanganan data.“Persoalan lainnya adalah terjadinya kehilangan air dari pipa PDAM sendiri,” imbuh dia.

Untuk membentuk DMA, penting bagi perusahaan air minum di Jawa Timur ini menutup satu katup batas persil atau lebih, secara permanen. Hal itu diperlukan untuk memastikan segala data aliran akurat mewakili total air masuk. 

Perjuangan belum usai. Bersama unit yang baru dibentuk, Suwito membuat metode sederhana yang mudah dan murah, yaitu pressure management. “Konsepnya, pembuatan alat yang bekerja otomatis untuk menurunkan dan menaikkan tekanan  air,” ujar dia.

Metode itu diwujudkan dengan alat-alat buatan sendiri seperti Presure Reducing Valve (PRV) dan inverter Variable Speed Drive (VSD). “PRV adalah katup yang mampu mengontrol tekanan pada jaringan pipa sesuai dengan pengaturan yang kami (PDAM) inginkan secara otomatis,” papar dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Whats New
May Day 2024, Pengemudi Ojek Online Tuntut Status Jadi Pekerja Tetap

May Day 2024, Pengemudi Ojek Online Tuntut Status Jadi Pekerja Tetap

Whats New
BTN Imbau Masyarakat Tak Tergiur Penawaran Bunga Tinggi

BTN Imbau Masyarakat Tak Tergiur Penawaran Bunga Tinggi

Whats New
ADRO Raih Laba Bersih Rp 6,09 Triliun pada Kuartal I 2024

ADRO Raih Laba Bersih Rp 6,09 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Elnusa Bukukan Laba Bersih Rp 183 Miliar di Kuartal I-2024

Elnusa Bukukan Laba Bersih Rp 183 Miliar di Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com