Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemitraan Astra dan UMKM untuk Jaga Perekonomian Nasional Tumbuh Berkelanjutan

Kompas.com - 31/12/2015, 03:56 WIB

KOMPAS.com – Sebagai negara emerging market, Indonesia selalu dibayangi oleh volatilitas nilai tukar. Kondisi ini membuat perekonomian nasional cukup rentan jika sewaktu-waktu nilai tukar rupiah loyo.

Langkah Federal Reserve yang terus menaikkan suku bunga acuannya bisa saja direspon oleh pemilik dana dengan melakukan konversi ke mata uang dollar AS.

Akibatnya, nilai tukar rupiah terpuruk hingga menyentuh kisaran Rp 14.700 per dollar AS. Kondisi ini sempat memunculkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha dan pemerintah jika nilai tukar rupiah terus melemah hingga level Rp 15.000 per dollar AS.

Di luar faktor sentiment eksternal, Indonesia juga menghadapi hal yang lebih fundamental terkait dengan pelemahan nilai tukar. Ya, besarnya impor bahan baku membuat permintaan dollar AS cukup besar, sehingga hal ini menekan performa nilai tukar rupiah.

Melemahnya rupiah tentu tidak diharapkan bagi banyak pelaku industri di Tanah Air, ketika sebagian besar bahan baku maupun produk manufaktur pendukung industri masih diimpor.

Besarnya impor ini terlihat dari masih minusnya neraca berjalan Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa impor masih lebih besar ketimbang ekspor.

Salah satu negara yang selalu membuat Indonesia mencatatkan defisit perdagangan adalah Tiongkok.

Pada bulan September 2015, nilai impor RI dari China mencapai 2,48 miliar dollar AS, sedangkan nilai ekspornya hanya 1,05 miliar dollar AS. Dengan demikian, defisit neraca perdagangan RI-China pada September 2015 sebesar 1,43 miliar dollar AS.

Secara kumulatif, Januari-September 2015, nilai impor RI dari China mencapai 21,49 miliar dollar AS, sedangkan nilai ekspornya hanya 9,92 miliar dollar AS. Dengan demikian, neraca perdagangan RI-China sepanjang Januari-September 2015 mencetak defisit sebesar 11,57 miliar dollar AS.

Bahan-bahan yang banyak diimpor oleh Indonesia dari Tiongkok adalah

1. Mesin-mesin, 5,26 miliar dollar AS

2. Peralatan listrik, 4,60 miliar dollar AS

3. Besi dan baja, 1,40 miliar dollar AS

4. Benda-benda dari besi dan baja, 805 juta dollar AS

5. Bahan kimia organik, 765 juta dollar AS

6. Plastik dan barang dari plastik, 740 juta dollar AS

7. Pupuk, 479 juta dollar AS

8. Bahan kimia anorganik, 400 juta dollar AS

9. Filamen buatan, 394 juta dollar AS

10. Kapas, 385 juta dollar AS

 

Jika melihat data di atas, ketergantungan mesin dan peralatan listrik dari Tiongkok masih cukup tinggi. Dalam jangka panjang, kondisi ini tentu akan memberatkan Indonesia.

Tak hanya nilai tukar rupiah yang rentan. Namun juga industri-industri besar dalam negeri kurang terjamin keberlanjutannya. Demikian juga dengan serapan tenaga kerja tak bisa optimal.

Berangkat dari kondisi yang saat ini terjadi, pemberdayaan industri manufaktur lokal menjadi cukup mendesak guna ikut menjaga stabilitas perekonomian Tanah Air dalam jangka panjang.

Tentunya, pemberdayaan industri tersebut tak hanya terbatas pada pemberian insentif kepada industri berskala besar. Lebih dari itu, industri skala kecil dan menengah juga patut diperhatikan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Bebastugaskan Pejabatnya yang Ajak Youtuber Korsel Main ke Hotel

Kemenhub Bebastugaskan Pejabatnya yang Ajak Youtuber Korsel Main ke Hotel

Whats New
Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Whats New
OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

Whats New
Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Whats New
Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Whats New
Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Whats New
Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Whats New
Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Earn Smart
Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Whats New
Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Whats New
Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Whats New
Pasar Kripto Berpotensi 'Rebound', Simak Prospek Jangka Panjangnya

Pasar Kripto Berpotensi "Rebound", Simak Prospek Jangka Panjangnya

Earn Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com