Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Sepak Terjang Kusrin Si Perakit Televisi

Kompas.com - 20/01/2016, 07:39 WIB
Ramanda Jahansyahtono

Penulis

KOMPAS.com - Tahun 2009 lalu Muhammad Kusrin (41) masih bekerja sebagai tukang bangunan. Hingga ketika dia bekerja di Jakarta, dia iseng untuk membeli radio rusak seharga Rp 80.000 di pasar Jatinegara yang berhasil dia perbaiki dan dia jual kembali dengan harga Rp 200.000.

"Uang itu, saya beliin pesawat FM jarak jauh untuk komunikasi dengan temen tukang servis. Lalu saya belajar sama mereka," ujar Kusrin saat menerima sertifikat SNI produk televisi rakitannya di Kementerian Perindustrian, Selasa (16/1/2016).

Dari relasinya itulah Kusrin belajar banyak soal TV dan elektronik. Bahkan bersama beberapa temannya mereka membuat jasa servis elektronik sendiri sekitar 4 tahun.

"Terus ada teman nunjukin bikin TV ternyata dari tabung komputer bekas. Waktu itu belum sempurna cuma diambil tabungnya, untuk lainnya masih pake alat TV," ujar Kusrin.

Dari situ ide merakit televisi sendiri muncul. Setelah mempunyai modal yang cukup, pada tahun 2011 dia mulai merintis usaha merakit televisinya.

Dengan modal yang dikumpulkan selama 4 tahun menjadi tukang servis, Kusrin mulai menggeluti bisnis perakitan televisi.  "Bukan dari pinjaman. Dulu saya kerja jadi teknisi 4 tahun," tegas dia.

Ketika awal merintis, dia dan 3 orang karyawannya mampu merakit 30 hingga 40 televisi per hari. Televisi yang dia produksi merupakan TV tabung berukuran 15 inci hingga 17 inci.

Televisi itu, dia jual dengan kisaran harga sebesar Rp 300.000 - Rp 400.000. Usahanya terus berkembang, hingga tahun 2015 dia sudah mempekerjakan 32 karyawan dan dapat memproduksi hingga 150 unit TV per hari.

"Teknisi rata-rata berpendidikan SMA dan dapat pendapatan setara UKM Karanganyar," ujar dia.

Sayangnya pada Maret 2015 lalu, bisnis perakitan televisi Kusrin ini digerebek oleh polisi karena tidak mempunyai SNI.

Usaha perakitan TV Kusrin dianggap melanggar Undang-Undang No 3/2014 Tentang Perindustrian serta Perubahan Permendagri tentang Pemberlakuan Barang Standard Nasional Indonesia (SNI).

Akibatnya, Kusrin divonis enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun serta denda Rp 2,5 juta subsider dua bulan kurungan. 

Tidak hanya itu, seluruh televisi rakitan Kusrin, sebanyak 118 buah dimusnahkan Kejaksaan Negeri Karanganyar. Pemusnahan sejumlah televisi milik Kusni itu mengakibatkan kerugian finansial bagi Kusni sebesar Rp 56 juta.

Rd. Ramanda Jahansyahtono Kusrin saat menerima sertifikat SNI di Jakarta (19/1/2016)

"Modal yang saya kumpulkan 4 tahun habis dalam 5 menit. Kenyataannya begitu," keluh Kusrin langsung di hadapan Menteri Perindustrian Saleh Husin di Jakarta, Selasa (19/1/2016).

"Tapi saya akan tetap lanjut bagaimanapun caranya. Yang sekarang saya perjuangkan itu adalah bagaimana agar karyawan-karyawan saya tetap bisa punya pekerjaan," tambah Kusrin

Saat menyerahkan Sertifikat SNI kepada Kusrin,  Menteri Perindustrian Saleh Husin berharap kejadian yang dialami oleh Kusrin tidak terulang lagi.

Dia juga mengajak pemerintah daerah untuk lebih proaktif dalam mendeteksi kreativitas masyarakat daerah yang selama ini belum terekspos.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com