Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Pakistan, Rokok Berbahaya bagi Kesehatan Fiskal

Kompas.com - 10/03/2016, 08:15 WIB
Aprillia Ika

Penulis

Sumber Bloomberg
KOMPAS.com - Rokok merek lokal di Pakistan menggerus pangsa pasar pesaing asingnya, yang dipasarkan oleh British American Tobacco Plc dan Phillip Morris International Inc.

Alasannya sederhana, harga rokok merek lokal jauh di bawah 36 rupee (0,34 dollar AS) per pak karena tidak memasukkan pajak resmi rokok.

"Ada penghindaran pajak besar-besaran," kata Haroon Akhtar Khan, asisten khusus Perdana Menteri Nawaz Shariff.

"Kami harus menggerebek penjual dan memasang iklan khusus yang menyebutkan penjual akan dikenakan tahanan. Tekanan akan kami naikkan," papar dia.  

Sharif menaikkan pajak rokok pada tahun lalu, serta pajak barang konsumsi, untuk mencapai target yang ditentukan berdasarkan pinjaman lembaga donor asing International Monetary Fund (IMF).

Bank sentral Pakistan mengatakan, sistem pajak efektif adalah krusial untuk menurunkan defisit anggaran 4,3 persen dari produk domestik bruto pada tahun fiskal ini, dari 5,37 persen pada 12 bulan yang lalu.

Namun, sinyal kenaikan penerimaan pajak tidak terjadi. Kenaikan pajak hanya menimbulkan maraknya pasar gelap. Penjualan rokok ilegal mencapai lebih dari 24 miliar rupee dalam pajak pada 2014, menurut lembaga riset Nielsen.

"Kenaikan pajak dalam beberapa tahun membuat harga meningkat jauh di atas kemampuan konsumen, yang kemudian beralih ke alternatif yang lebih murah," kata Sekar Menon, Regional Director Corporate Affairs di Philip Morris International, yang memproduksi rokok merek Marlboro.

"Kecuali jika kebijakan ini bisa mengatur tata industri yang baik, maka keberlanjutan industri rokok legal berada dalam bahaya," kata dia.

Rafaqat Abbasi, seorang pengemudi taksi, mengatakan, dia memilih rokok yang lebih murah tiga tahun lalu. Jika pemerintah melarang rokok yang murah, dia akan memilih untuk mengunyah tembakau.

"Bukan urusan saya mereka tidak bayar pajak," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com