Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potensi Pajak dari Tax Amnesty Tidak Sebanding dengan Pajak yang Digelapkan

Kompas.com - 30/03/2016, 11:32 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Akhmad Akbar Susamto mengatakan pemerintah sebaiknya tidak terlalu memaksakan diri untuk mengejar penerimaan pajak dari kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty).

"Penerimaan yang hanya (diperkirakan) Rp 60 triliun - Rp 80 triliun terlalu sedikit dari jumlah yang dilanggar oleh pengemplang pajak. Jadi sebenarnya rugi kalau hanya ditukar dengan pendapatan jangka pendek Rp 60 triliun - Rp 80 triliun," kata Akbar di Jakarta, Selasa (29/3/2016).

Akbar menyadari ada beberapa pandangan yang mendukung pemerintah untuk segera menerapkan kebijakan tax amnesty.

Namun, menurut dia, pandangan tersebut kurang tepat.

Pertama, pandangan yang menyebutkan bahwa pemerintah harus segera menerapkan tax amnesty. Sebab, kalau tidak, maka akan banyak orang Indonesia yang dipenjara nanti tahun 2017.

"Menurut saya itu lucu. Apa yang salah kalau kita memenjarakan orang-orang yang selama ini mengemplang pajak? Harusnya kita senang, karena selama ini mereka mengemplang pajak," kata dia.

Kedua, pandangan yang menyebutkan bahwa orang yang tidak mendukung tax amnesty termasuk tidak nasionalis.

Argumentasinya, orang yang tidak ingin adanya tax amnesty berarti mempertahankan kepentingan negara-negara tempat parkir kekayaan orang Indonesia.

Argumentasi lain, orang yang tidak ingin adanya tax amnesty memiliki pandangan sama seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional.

Framing ini, menurut Akbar pun tidak tepat.

Tax amnesty untuk siapa?

"Pertanyaan mendasarnya, tax amnesty itu untuk apa, untuk siapa, kalau cuma dapat Rp 60 triliun - Rp 80 triliun dibandingkan kehilangan yang besar sekali?," ucap Akbar.

Apalagi pada 2017 nanti akan ada 47 negara membuka datanya untuk pertukaran data guna kepentingan perpajakan.

Dengan adanya Automatic Exchange of Information (AEOI) tersebut, maka alasan ketiadaan informasi untuk melacak pengemplang pajak menjadi terpecahkan.

"Jangan-jangan kalau kita maksa-maksa tax amnesty itu bukan sekadar untuk menutup celah penerimaan pajak. Saya khawatir untuk sesuatu yang lain. Makanya, kita harus hati-hati," tukas Akbar.

(Baca: Menkeu Tegaskan Penerimaan Negara Takkan 'Tersandera' Tax Amnesty)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com