Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Kegagalan Bank Sentral Bernama BI Rate

Kompas.com - 29/04/2016, 07:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Hampir sebelas tahun lalu, tepatnya  5 Juli 2005, suku bunga acuan BI Rate diperkenalkan dan digunakan untuk pertama kalinya.

“Dengan menggunakan BI Rate, kebijakan moneter dapat diterapkan lebih transparan, akuntabel, dan mudah dimengerti masyarakat. Selain itu, kebijakan moneter  juga lebih efektif dalam memengaruhi ekspektasi inflasi masyarakat,” kata Burhanuddin Abdullah, Gubernur Bank Indonesia saat itu.

BI Rate merupakan suku bunga dengan tenor satu bulan yang berfungsi sebagai sinyal kebijakan moneter. 

Dalam transmisinya, BI Rate dikaitkan dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tenor satu bulan yang saat itu menjadi patokan (benchmark) oleh perbankan dan pelaku pasar.

Penggunaan BI Rate sebagai suku bunga kebijakan menandai era baru bank sentral (Bank Indonesia/BI) dalam mengelola moneter dan inflasi di Indonesia.

Sebelumnya, BI menggunakan uang primer (base money) sebagai sasaran operasional pengendalian inflasi.

Di awal-awal penggunaannya, BI rate telah membuat heboh karena angkanya yang begitu tinggi dan disebut-sebut menjadi tonggak terciptanya suku bunga tinggi di Indonesia.

Saat digunakan pertama kali pada Rapat Dewan Gubernur BI Juli 2005, BI Rate langsung berada di posisi 8,5 persen.

Pada Agustus 2005, BI Rate merangkak menjadi 8,75 persen. Sebulan kemudian, BI Rate melejit menjadi 10 persen.

Pada Oktober 2005, BI Rate kembali terbang menjadi 11 persen, lalu 12,25 persen pada November 2005, dan 12,75 persen pada Desember 2005.

Hanya dalam rentang 5 bulan, BI Rate naik 425 basis poin atau 4,25 persen poin, kenaikan yang terbilang sangat cepat dan tinggi.

Jelas BI terlihat gagap menggunakan BI Rate kala itu.

Karena belum berpengalaman, BI belum tahu persis seberapa ampuh BI Rate sehingga dosis yang digunakan menyimpang dari takaran yang seharusnya.

Kenaikan BI Rate yang sangat tinggi itu telah mengerek naik suku bunga simpanan dan kredit perbankan  ke level yang tinggi pula, yang kemudian kita tahu, tidak mudah menurunkannya hingga saat ini.

Kemunculan yang heboh itu seolah menjadi penanda kegagalan-kegagalan BI berikutnya dalam menggunakan BI Rate.

BI/M Fajar Marta Perkembangan Berbagai Jenis Suku Bunga

Inflasi

BI Rate pada dasarnya merupakan instrumen moneter dalam bentuk suku bunga acuan untuk mengendalikan inflasi agar selalu berada dalam koridor target yang ditentukan.

Misalnya, tahun 2016 ini, BI dan pemerintah menargetkan inflasi sebesar 4 persen.

Maka, tugas BI sebagai otoritas moneter adalah menjaga agar sepanjang tahun 2016, inflasi bergerak dalam koridor di kisaran 4 persen.

Bagaimana BI Rate bisa mengendalikan inflasi?

Secara sederhana, jika inflasi berada di bawah koridor target, maka BI akan menurunkan BI Rate. Jika inflasi berada di atas koridor target, maka bank sentral akan menaikkan BI Rate.

Inflasi merupakan fenomena kenaikan harga barang akibat tidak seimbangnya permintaan dan penawaran (pasokan).

Jika permintaan tinggi, namun pasokannya tidak mencukupi, maka harga akan naik sehingga terjadi inflasi.

Sebaliknya, jika pasokan lebih besar dari permintaan, maka harga akan turun sehingga terjadi deflasi. Begitulah hukum permintaan dan penawaran.

Inflasi sendiri merupakan cerminan dari aktivitas perekonomian.

Saat aktivitas perekonomian meningkat, yang ditandai dengan tingginya permintaan barang oleh masyarakat, maka akan terjadi inflasi.

Dengan menurunkan BI Rate, BI memberi sinyal pelonggaran moneter, yang berarti BI menginginkan permintaan naik.

Dalam transmisinya, penurunan BI Rate akan membuat suku bunga bank, termasuk kredit juga turun.

Dengan suku bunga kredit yang turun, masyarakat akan terangsang untuk meminjam uang guna kepentingan konsumsi atau investasi.

Dampaknya, permintaan barang akan naik.

Sebaliknya, jika bank sentral menaikkan BI Rate, berarti BI tengah menjalankan moneter ketat yang mencerminkan upaya BI mengerem permintaan.

Kenaikan BI Rate akan memicu kenaikan suku bunga kredit.

Dengan bunga kredit yang tinggi, masyarakat dan sektor riil akan mengerem pinjamannya yang berarti membatasi ekspansinya.

Selanjutnya: Mengapa inflasi harus dikendalikan?

Halaman:


Terkini Lainnya

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com