Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Kredit Macet dan Pertumbuhan Ekonomi

Kompas.com - 20/05/2016, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Kinerja buruk industri perbankan selama tahun 2015 terus berlanjut hingga kini. Buktinya, selama triwulan I 2016, kinerja perbankan masih lemah.

Selama periode itu, total laba bersih perbankan nasional sebesar Rp 28,95 triliun, turun 2,3 persen dibandingkan akhir triwulan I 2015 yang sebesar 29,63 triliun.

Penurunan laba tersebut dipicu secara tidak langsung oleh membengkaknya kredit bermasalah (non performing loan/NPL).

Kredit digolongkan sebagai NPL tatkala debitor mulai tak lancar membayar cicilannya hingga macet sama sekali.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada akhir triwulan I 2016, total nominal NPL mencapai 113,08 triliun atau 2,8 persen dari total kredit yang sebesar Rp 4.000 triliun.

Sementara pada akhir triwulan I 2015, nominal NPL sebesar Rp 88,4 triliun atau 2,4 persen dari total kredit senilai Rp 3.679,87 triliun.

Artinya, selama periode Maret 2015 – Maret 2016, nominal NPL bertambah Rp 24,6 triliun.

Penambahan NPL tersebut lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Berdasarkan aturan, bank harus menyisihkan cadangan atau provisi untuk mengantisipasi potensi kerugian akibat kredit bermasalah.

Dana pencadangan tersebut tentu saja diambil dari keuntungan bank sehingga laba bersih pun tergerus.

M Fajar Marta Perkembangan NPL

Hampir semua sektor

Peningkatan NPL hampir terjadi di semua sektor ekonomi. Kenaikan yang signifikan terjadi pada sektor perdagangan, industri pengolahan, pertambangan, dan transportasi.

Di sektor perdagangan, rasio NPL naik dari 3,48 persen pada Maret 2015 menjadi 4,24 persen pada Maret 2016 dengan nominal sebesar Rp 33,08 triliun.

Dalam periode yang sama, NPL industri pengolahan naik dari 1,99 persen menjadi 3 persen dengan nominal mencapai Rp 21,76 triliun.

Sementara NPL industri pertambangan naik dari 2,5 pada awal 2015 menjadi 4,2 persen saat ini. Meningkatnya NPL tidak terlepas dari lesunya aktivitas sektor-sektor tersebut.

Halaman:


Terkini Lainnya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com