Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

40 Juta Anak Indonesia Lahir Tanpa Identitas Hukum

Kompas.com - 29/07/2016, 07:00 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Studi yang dilakukan Pusat Kajian Perlindungan Anak (PUSKAPA) Universitas Indonesia mencatat ada 40 juta anak Indonesia yang lahir tanpa catatan sipil, sehingga mereka tidak memiliki identitas hukum dan kesulitan mengakses aneka layanan dasar.

Studi tersebut didukung oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia melalui Australia Indonesia Partnership-Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (AIP-KOMPAK).

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas pun turut menyosialisasikan hasil studi tersebut, yang bertajuk “Menemukan, Mencatat, Melayani: Kelahiran dan Kematian di Indonesia”.

Studi ini dilakukan di Aceh, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Tujuan studi yakni untuk mendiskusikan tindak lanjut hasil studi dalam rangka melembagakan identitas hukum dan sistem Pencatatan Sipil dan Statistik Hayati (Civil Registration and Vital Statistics/CRVS) pada layanan dasar.

Studi ini sejalan dengan prioritas Pemerintah Indonesia yang menjadikan pencatatan sipil sebagai bagian dalam strategi pengurangan kemiskinan. Studi ini juga sejalan dengan komitmen Pemerintah Indonesia di tingkat regional dalam Asia-Pacific CRVS Decade 2024, dan di tingkat global dalam Sustainable Development Goals (SDGs).

Menurut studi ini, kepemilikan identitas hukum sangat penting bagi setiap penduduk, tidak saja untuk membuktikan status sipil dan hubungan keluarga.

Namun, juga untuk melindungi berbagai hak sebagai manusia, mempermudah akses terhadap layanan dasar, serta mengurangi risiko pernikahan anak, pekerja anak, dan perdagangan manusia.

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2015, setidaknya sekitar 16,7 juta anak berusia 0-17 tahun belum memiliki akte kelahiran.

Cakupan identitas hukum yang rendah terdapat pada kelompok penduduk yang miskin dan rentan, mengakibatkan jutaan rakyat Indonesia tidak memiliki identitas hukum dan sulit mengakses berbagai layanan dasar.

Kerja Sama Antarsektor

Rahma Iryanti, Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas, mengatakan bahwa diperlukan kerja sama yang kuat antar sektor, baik dari lembaga yang bertugas menyelenggarakan layanan administrasi kependudukan, kesehatan, pendidikan maupun sektor bantuan dan perlindungan sosial.

Menurut dia, penguatan kolaborasi secara vertikal juga diperlukan untuk memastikan tersedianya data yang akurat serta dinamis untuk perencanaan program pemerintah di tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan hingga pada tingkat desa.

"Dengan sistem CRVS yang baik, maka efektivitas kebijakan dan program yang telah dibuat menjadi semakin mudah diukur oleh Pemerintah,” ujar dia melalui rilis ke Kompas.com.

Kompas TV Hati-Hati Berbagi Foto Anak!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com