Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

APBN-P 2016, Sri Mulyani Masih Kalkulasi Target yang Realistis

Kompas.com - 01/08/2016, 08:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Di bawah komando Menteri Keuangan baru, Sri Mulyani Indrawati pemerintah hingga kini belum secara resmi akan merevisi target penerimaan pajak tahun 2016 ini.

Tapi pemerintah mulai was-was target penerimaan pajak yang mereka pasang dalam APBNP-2016 bisa meleset.

Dalam beberapa hari terakhir, Sri Mulyani terus mengumpulkan sejumlah pejabat di Kementerian Keuangan.

Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani mengkaji kembali semua target yang telah ditetapkan dalam APBN-P yang disahkan saat masih di bawah pimpinan Menkeu Bambang Brodjonegoro.

Juru Bicara Menteri Keuangan Lucky Alfirman mengatakan, pembahasan belum sampai pada revisi target APBN-P 2016. Sejauh ini Sri Mulyani masih berusaha untuk mendengar apa saja yang menjadi target Kemenkeu dalam APBN-P 2016.

Lucky mengaku, tidak menutup kemungkinan target-target tersebut akan direvisi sesuai dengan kondisi dan situasi terkini.

"Pembahasan akan terus dilakukan lebih spesifik terkait target masing-masing Dirjen," kata Lucky, kepada Kontan Minggu (31/7/2016).

Terkait target tax amnesty, Lucky mengatakan hingga saat ini pihaknya masih optimis bisa mencapainya. Termasuk di antaranya target tambahan penerimaan pajak sebesar Rp 165 triliun dan target dana repatriasi yang masuk sebesar Rp 1.000 triliun.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah memberikan pelayanan maksimal kepada Warga Negara Indonesia (WNI) yang berniat mendeklarasikan atau merepatriasi hartanya, melalui kebijakan tax amnesty.

Pelayanan tidak bisa disepelekan, karena jika tidak maksimal akan mempengaruhi kepercayaan WNI untuk ikut program ini.

Sementara Direktur P2 Humas Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan program tax amnesty masih menjadi fokus otoritas pajak. Bahkan, untuk memastikan pelaksanaan program tersebut berjalan lancar Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pengarahan khsusu pekan lalu.

Terkait target penerimaan pajak tahun 2016 diakuinya memang tidak mudah untuk dicapai. Tetapi, pihaknya terus berusaha akan mencapainya dengan berbagai formula dan kebijakan, termasuk program pengampunan pajak.

Beberapa strategi yang akan diambil selain pengampunan pajak atau tax amnesty seperti mendorong ekstensifikasi, memeriksa Wajib Pajak Badan yang berbentuk penanaman modal asing (PMA), hingga mendorong pelaksanaan e-tax invoice dan menggalakkan program geo tagging.

Dalam APBN-P 2016 ini pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp 1.355 triliun. Yang terdiri dari target Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp 855,8 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp 474,23 triliun, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp 17,7 triliun dan pajak lainnya Rp 7,4 triliun.

Sementara menurut Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Eny Srihartati jika melihat ke tahun-tahun sebelumnya pemerintah akan sulit merealisasikan target penerimaan pajak 100 persen. Untuk tahun ini, ia memperkirakan realisasinya hanya 85 persen dari target.

Salah satu penyebabnya adalah pertumbuhan ekonomi yang masih lambat, sementara target pertumbuhan penerimaan pajak sangat tinggi dibandingkan tahun lalu. Selain itu, extra effort pemerintah juga tidak maksimal karena tergantung pada kebijakan tax amnesty saja. (Asep Munazat Zatnika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com