Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/08/2016, 09:54 WIB
Sri Noviyanti

Penulis


KOMPAS.com
- Rangkaian suara terdengar, "Sraakkk…srakk…srakk..brrk… Bruk!!!" Hawa terasa panas, pemandangan pun serba putih.

Selamat datang ke kawasan perkapuran di Jalan Raya Bongas, Kabupaten Majalengka. Inilah industri yang menghidupi masyarakat selama lebih dari lima dasawarsa terakhir.

“Lupa dari kapan saya sudah bekerja menjadi pengeruk. Mungkin sejak puluhan tahun lalu. Akan tetapi kalau di tempat ini baru enam tahun,” ujar Sadir, salah satu pekerja di situ, Selasa (16/8/2016).

Jangan salah, lelaki ini sudah berusia 46 tahun. Dengan telaten, dia menyerok bebatuan membara dari dalam tungku pembakaran berukuran raksasa.

Inilah suasana kerja di CV Sumberjaya Kapur, salah satu industri perkapuran di Desa Bongas Wetan, Kecamatan Sumberjaya, Majalengka. 

Hati-hati, Sadir memindahkan batuan yang membara ke tumpukan di belakangnya. Bersamaan, di lokasi yang sama ada sejumlah aktivitas lain.

Ada puluhan warga Sumberjaya berbagi tugas di sini. Selain pengeruk batu dari dalam tungku, ada pula warga yang bekerja mengangkat batu kapur mentah ke puncak tungku setinggi 20-an meter.

Kompas Video Riwayat Industri Kapur Bongas, Jawa Barat

Masih ada pula warga dengan mobil tua modifikasian, bolak-balik membawa batuan "masak" ke area penggilingan. Akhir dari perjalanan batu itu adalah tepung kapur kalsium oksidan (CaO) untuk beragam pemakaian.

Puluhan tahun

Bagi orang-orang ini, berselimut debu kapur tak selalu jadi aktivitas utama. Sebagian besar dari mereka adalah petani dan punya sawah.

Sadir, misalnya, punya sawah yang bisa ditanama 200 rumpun padi. “Pekerjaan ini lumayan untuk tambah-tambah, tetapi kalau lagi musim panen ya nyawah dulu,” ujar dia sembari terkekeh.

Direktur CV Sumberjaya Kapur, Dadang Iskandar, tak menampik kenyataan itu. Dia bertutur, tak bisa memaksa para pekerjanya datang kalau memang sedang musim ke sawah.

“Kalau sedang musim panen, yang utama (buat mereka) ya nyawah dulu. Kalau lagi (musim) panen, pekerja kami paling hanya ada lima orang,” kata Dadang.

Tak ada sanksi untuk "kelakuan" para pekerja itu. “Ini jadi budaya sejak dulu. Kebiasaan bapak dan kakek mereka juga begitu (saat bekerja di industri perkapuran). Jadi kami tak pernah melarang,” ungkap Dadang.

Menurut Dadang, bertani adalah mata pencaharian utama masyarakat tempat dia lahir dan besar ini. “Meski sudah banyak yang bekerja di pabrik, mereka tetap dikenal sebagai petani,” ujar dia yang sekarang sudah punya dua cucu.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Kini Beli Sepatu Impor Tak Dibatasi, Ini Penjelasan Mendag

Kini Beli Sepatu Impor Tak Dibatasi, Ini Penjelasan Mendag

Whats New
TransNusa Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

TransNusa Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Whats New
Suku Bunga BI Naik, ST012 Dinilai Lebih Menarik

Suku Bunga BI Naik, ST012 Dinilai Lebih Menarik

Earn Smart
Kesejahteraan Buruh Tani Era Jokowi dan Tantangan bagi Prabowo

Kesejahteraan Buruh Tani Era Jokowi dan Tantangan bagi Prabowo

Whats New
3,84 Juta Penumpang Naik LRT Jabodebek pada Kuartal I 2024

3,84 Juta Penumpang Naik LRT Jabodebek pada Kuartal I 2024

Whats New
Merger Tiktok Shop dan Tokopedia Dinilai Ciptakan Model Belanja Baru di Industri Digital

Merger Tiktok Shop dan Tokopedia Dinilai Ciptakan Model Belanja Baru di Industri Digital

Whats New
Lowongan Kerja Perum Damri untuk SMA/SMK, Ini Persyaratan dan Cara Mendaftarnya

Lowongan Kerja Perum Damri untuk SMA/SMK, Ini Persyaratan dan Cara Mendaftarnya

Work Smart
IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Asia, Ada Apa?

IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Asia, Ada Apa?

Whats New
Tak Mau Kejadian Nasabah Lempar Piring Saat Ditagih Kredit Terulang, PNM Kini Fokus Lindungi Karyawannya

Tak Mau Kejadian Nasabah Lempar Piring Saat Ditagih Kredit Terulang, PNM Kini Fokus Lindungi Karyawannya

Whats New
Bertemu Mendag Inggris, Menko Airlangga Bahas Kerja Sama JETCO dan Energi Bersih

Bertemu Mendag Inggris, Menko Airlangga Bahas Kerja Sama JETCO dan Energi Bersih

Whats New
Sepatu Impor Sudah Diterima Pemilik, Siapa yang Tanggung Denda Rp 24,74 Juta?

Sepatu Impor Sudah Diterima Pemilik, Siapa yang Tanggung Denda Rp 24,74 Juta?

Whats New
BI: Biaya Merchant QRIS 0,3 Persen Tidak Boleh Dibebankan ke Konsumen

BI: Biaya Merchant QRIS 0,3 Persen Tidak Boleh Dibebankan ke Konsumen

Whats New
Pemerintahan Baru Bakal Hadapi 'PR' Risiko Impor dan Subsidi Energi

Pemerintahan Baru Bakal Hadapi 'PR' Risiko Impor dan Subsidi Energi

Whats New
Kinerja Baik APBN pada Triwulan I-2024, Pendapatan Bea Cukai Sentuh Rp 69 Triliun

Kinerja Baik APBN pada Triwulan I-2024, Pendapatan Bea Cukai Sentuh Rp 69 Triliun

Whats New
Hadirkan Fitur Menabung Otomatis, Bank Saqu Siapkan Hadiah 50 Motor Honda Scoopy 

Hadirkan Fitur Menabung Otomatis, Bank Saqu Siapkan Hadiah 50 Motor Honda Scoopy 

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com