Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ternyata, Pengusaha Sudah Bawa Pulang Hartanya Sebelum "Tax Amnesty" Berlaku

Kompas.com - 28/09/2016, 18:46 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jelang akhir periode pertama program pengampunan pajak atau tax amnesty, harta yang dibawa pulang ke Indonesia (repatriasi) baru sekitar Rp 127,60 triliun. 

Padahal, total harta yang dilaporkan berdasarkan surat pernyataan harta (SPH) yang masuk ke Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan sudah lebih dari Rp 2.500 triliun (per 28 September 2016 pukul 17.00 WIB). 

Menurut Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Ken Dwijugiasteadi, salah satu penyebab kecilnya dana repatriasi lantaran para pengusaha sudah memulangkan dana ke dalam negeri sebelum berlakunya tax amnesty.

"Orang sebelum repatriasi uangnya sudah masuk dulu, sudah investasi dulu di sini (Indonesia), sudah ada," ujar Ken di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (28/9/2016).

Saat Kompas.com mengkonfirmasi kepada pengusaha, pernyataan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi tersebut dibenarkan oleh para pengusaha.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan, sebagian pengusaha memang sudah membawa pulang hartanya sejak beberapa tahun silam.

Alasannya, setelah krisis keuangan pada 2008, perbankan di luar negeri kesulitan mengucurkan pendanaan dan pembiayaan.

"Banyak bank yang meminta early repayment (pembayaran lebih cepat) sehingga para pengusaha mempergunakan dananya sendiri untuk menunjang pertumbuhan perusahaannya (di dalam negeri)," kata Rosan.

Hal tesebut menjadi salah salah satu faktor mengapa jumlah harta di dalam negeri yang dilaporkan kepada negara sangat besar dalam program tax amnesty dibandingkan dana repatriasi. Namun untuk nominalnya, Rohan tidak bisa menyebutkan besarannya harta-harta tersebut.

Hambatan Repatriasi

Faktor lainnya, kata Rosan, yakni adanya keterbatasan pengusaha untuk membawa pulang dananya dari luar negeri.

"Harta yang di luar itu kebanyakan tidak likuid (dibawa pulang). Ada yang investasi aset, ada yang investasi SPV jangka panjang, instrumen-instrumen lainnya dan investasi perusahaan yang kebetulan berjalan di negara negara lain," ujar Rosan di Kantor Pusat Ditjen Pajak di Jakarta, Selasa (27/9/2016).

Meski banyak harta berupa aset yang sulit untuk dibawa pulang ke Indonesia, pengusaha  tetap melaporkan harta-hartanya itu melalui opsi deklarasi luar negeri. Artinya aset-aset itu tetap berada di luar negeri namun sudah dilaporkan kepada negara.

Selain itu, ada juga faktor penghambat lain berupa benturan dari segi waktu dan teknis. Menurut Rosan, dipandang dari persoalan waktu, dia sempat mengungkapkan permintaan agar tarif tebusan sebesar dua persen diperpanjang hingga akhir Desember 2016.

Alasannya, selain dibutuhkan waktu untuk menghitung harta termasuk perusahaan di luar negeri, aturan tata cara pengalihan perusahaan dengan tujuan tertentu atau special purpose vehicle (SPV) di luar negeri juga baru keluar belum lama ini.

Halaman:


Terkini Lainnya

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Whats New
Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

Whats New
Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Whats New
Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Earn Smart
Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Whats New
Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Whats New
Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Whats New
Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com