Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pentingnya Asuransi dalam Pembangunan Pembangkit "Geothermal"

Kompas.com - 08/11/2016, 09:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -  Pemberian fasilitas asuransi penting untuk membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal).  Selain itu, keberadaan asuransi untuk memitigasi kerugian biaya akibat kegagalan pengeboran eksplorasi dapat juga meminimalisir pendanaan proyek (project financing).

Hal itu disampaikan oleh Riki Ibrahim, Dosen Pasca Sarjana Universitas Darma Persada (Jurusan Energi Terbarukan) dan juga mantan Direktur Keuangan Tuban Petrochemicals Industries, dalam makalahnya yang berjudul "Upaya Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan Proyek ‘zero’ Emisi CO2 Untuk Indonesia – Pengembangan PLTP".

Dalam paparannya, Riki mengatakan sejak 1970 sudah ada upaya memitigasi risiko ekplorasi sumur panas bumi yang dilakukan di beberapa negara. Tujuannya, untuk mengakselerasi pengembangan pemanfaatan energi panas bumi.  

Umumnya, insentif yang diberikan berupa jaminan pinjaman, jaminan biaya sebagian atas kegagalan pemboran sumur panas bumi, program asuransi untuk membantu biaya pengeboran eksplorasi, pengurangan pajak atas fasilitas konstruksi, serta jaminan penjualan listrik energi panas bumi dengan harga yang menarik.

Riki memandang, Indonesia seharusnya memanfaatkan upaya pengelolaan fasilitas dana geothermal (FDG) yang sudah disetujui oleh DPR-RI untuk dana geothermal (FDG) pada APBN 2011-2013, yakni  sebesar Rp 1 triliun per tahun.  

Menurut Riki, upaya pemerintah akan dapat direalisasikan jika dana geothermal (FDG) tersebut dapat dijamin oleh asuransi. Apa alasannya?

Sebagai gambaran, Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, dengan total sekitar 29 GW apabila dikonversikan menjadi listrik.

Indonesia kaya potensi panas bumi karena Indonesia dikelilingi oleh pegunungan akibat lempeng api ‘ring of fire’, terbentang dari Sabang hingga Marauke.

Potensi proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) sebesar 10.000 MW paling banyak terdapat di Sumatera dan Jawa.

Sedangkan wilayah yang sudah banyak menghasilkan listrik dari energi terbarukan panas bumi saat ini adalah di Jawa Barat, terdapat di Lapangan Kamojang (PGE), Lapangan Darajat (Chevron), Lapangan Wayang Windu (Star Energy), Lapangan Patuha (PT Geo Dipa Energi), dan Lapangan Awibengkok, di Gunung Salak (Chevron).  

Di Jawa Tengah, PT Geo Dipa Energi juga mengelola Lapangan Dieng.  Sedangkan dibeberapa lapangan panas bumi di luar Jawa yang sudah di eksplorasi dan dieksploitasi yaitu di Sibayak (PGE) Sumatera Utara, Ulubelu (PGE) Lampung (Sumatera Selatan) dan Lahedong (PGE) Sulawesi Utara.  

Namun, kontribusi PLTP Indonesia dalam sistem kelistrikan nasional masih kecil jumlahnya dibandingkan pengembangan PLTP di Filipina, karena pembangunan PLTP di Indonesia terkendala dengan nilai keekonomiannya (rendahnya harga jual listrik ke PLN).

Selain itu, walaupun pemerintah sudah menaikan harga listrik panas bumi, namun masih belum banyak membantu pengembangan PLTP.  Apa sebabnya?

Penyebabnya,  menurut Riki, yakni biaya eksplorasi sumur dan pengembangan serta biaya persiapan infrastruktur masih tinggi. Saat ini total biaya  pembangunan sumur panas bumi  sekitar 7 juta dollar AS per sumur.  

Estimasi total biaya secara keseluruhan saat ini termasuk sumur-sumur dan sistem di atas permukaan tanah (Steamfield Above Ground System) untuk PLTP di Indonesia sekitar 4 juta dollar AS sampai 5 juta dollar AS per megawatt (MW).

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com