Demo damai 411 tidak hanya menyejukkan dan menggetarkan hati seluruh bangsa Indonesia, tetapi juga memberi pesan positif kepada seluruh investor yang ingin menanamkan dananya di Indonesia.
Kerisauan pelaku pasar yang selalu muncul setiap kali terjadi unjuk rasa besar, tak terlihat pada demo 411.
Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) malah ditutup menguat di level 5.362 pada hari demo berlangsung Jumat (11/4/2016). Hampir semua pelaku usaha menilai demo 411 tak berpengaruh pada perekonomian.
Demo di Indonesia, seberapa pun besarnya kini tak lagi dipandang pelaku usaha sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan, yang bisa mengganggu dan merusak aktivitas perekonomian.
Demo memang sebaiknya hanya dipandang sebagai bentuk kebebasan berpendapat dalam sistem demokrasi yang tidak ada kaitannya langsung dengan perekonomian.
Dengan kata lain, demo bukanlah faktor fundamental yang bisa mempengaruhi perekonomian. Demo seharusnya juga tidak memunculkan sentimen negatif yang berlebihan dari pelaku pasar.
Para investor kini bisa mengenyampingkan huru-hara, gejolak politik, dan peristiwa nonekonomi lainnya sebagai pertimbangan sebelum menanamkan modalnya di Indonesia.
Demo 411 akan menambah keyakinan kepada para investor bahwa bisnis mereka di Indonesia akan langgeng tanpa terganggu gejolak-gejolak nonekonomi, termasuk pergantian presiden sekalipun.
Preseden demo 411 seolah mempertegas prospek ekonomi Indonesia yang cerah ke depan.
Apalagi sebelumnya, berdasarkan laporan Doing Business 2017 yang dirilis Bank Dunia (World Bank) peringkat kemudahan berbisnis Indonesia naik signifikan dari nomor 109 pada laporan tahun sebelumnya menjadi nomor 91.
Skor Indonesia juga meningkat dari 58,12 menjadi 61,52.
Laporan Doing Business 2017 Bank Dunia membandingkan sejumlah parameter kemudahan berbisnis di 190 negara. Berada di peringkat pertama adalah Selandia Baru dengan skor 87,01.
Laporan itu menyebut, Indonesia termasuk dalam sepuluh negara yang membuat perubahan signifikan dalam mewujudkan regulasi yang ramah bisnis.
Perbaikan-perbaikan tersebut meliputi kebijakan memulai bisnis, akses listrik, perizinan properti, akses kredit bank, perpajakan, aturan eskpor-impor, dan kepastian kontrak.
Namun, Indonesia dinilai masih belum melakukan perbaikan dalam tiga parameter yakni perizinan konstruksi, perlindungan investor minoritas, dan penyelesaian kepailitan.