Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peternak: Isu Antraks Dimainkan untuk Goyang Harga Daging Sapi

Kompas.com - 24/01/2017, 20:35 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada indikasi penyakit antraks kembali berjangkit di Indonesia setelah salah satu warga di Kulonprogo, Yogyakarta, diduga meninggal akibat penyakit antraks.

Belakangan, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta masih menginvestigasi dugaan adanya bakteri antraks tersebut.

(Baca: Antraks Menyebabkan Penjualan Daging Sapi di Yogyakarta Menurun)

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Rochadi Tawaf melihat fenomena isu penyakit antraks masih simpang siur dan perlu pembuktian yang jelas dari pemerintah.

"Isunya masih simpang siur. Itu juga disebut isunya virus padahalkan antraks bukan virus tetapi Bacillus Anthracis (kuman), jadi beda," ujar Rochadi saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (24/1/2017).

Dia mengungkapkan, merebaknya isu penyakit antraks saat memiliki tujuan lain untuk menggoyahkan harga daging sapi lokal yang saat ini belum kunjung turun.

"Saya melihatnya ini ada indikasi hanya untuk membuat suasana pola konsumsi berubah, karena harga (daging) sapi nggak mau turun. Ditakut-takutin aja, jadi ribut, panik semua harga jatuh sehingga demand nggak ada, dan yang rugi peternak," paparnya.

Menurutnya, untuk mengatasi hal tersebut, saat ini yang perlu dilakukan pemerintah adalah mengklarifikasi isu penyakit antraks secara jelas dan gamblang.

"Pemerintah perlu mengklarifikasi, penyakit itu menular dari makanan yang terkena (antraks) dari dagingnya yang dikonsumsi, bukan dari udara," tambah Rochadi.

Menurut Rochadi, yang juga Dosen Peternakan dari Universitas Padjadjaran, penyakit antraks di Indonesia telah ada seperti di Purwakarta, dan Bogor.

Penyakit antraks sendiri memang sulit diberantas. Ratusan tahun kuman antraks akan bertahan hidup di Bogor dan Purwakarta, sampai di Lembang di Pantura. Daerah-daerah itu adalah sentra antraks. Sementara di Gorontalo ada outbreak pada tahun lalu.

Menurutnya, masyarakat tidak perlu merasa khawatir dan panik dengan adanya isu penyakit antraks karena penularan kepada manusia hanya melalui makanan.

"Masyarakat tidak perlu panik karena kalau mengkonsumsi langsung mungkin (tertular), tapi kan kalau dimasak 100 derajat celcius sudah mati. Kalau makan (daging) setengah matang itu yang bahaya," jelasnya.

Rochadi berharap, agar pemerintah memberikan penjelasan dari isu penyakit antraks yang meresahkan masyarakat agar tidak memberikan efek domino bagi masyarakat dan industri peternakan.

"Pemerintahnya perlu memperjelas isunnya jangan meresahkan masyarakat, banyak hoax dan berita yang tidak benar, kasihan masyarakat pemerintah harus turun. Karena efeknya nanti konsumsi daging turun," pungkas Rochadi.

Berdasarkan data Informasi Pangan Jakarta (IPJ) pada Selasa (24/1/2017) harga daging sapi segar lokal masih dikisaran Rp 115.000 sampai 123.000 per kilogram.

Harga tersebut masih tak jauh berbeda saat Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri tahun 2016.

Kompas TV Antraks Menyebabkan Penjualan Daging Sapi di Yogyakarta Menurun
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Whats New
Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Earn Smart
Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Whats New
Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Whats New
Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Whats New
Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Whats New
IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

Whats New
Mengintip 'Virtual Assistant,' Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Mengintip "Virtual Assistant," Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Work Smart
Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Whats New
Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Whats New
Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Whats New
Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Whats New
Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Work Smart
Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan 'Smart City' di Indonesia

Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan "Smart City" di Indonesia

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com