Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Faisal Basri: Kebijakan Ekonomi Pemerintah "Ugal-ugalan"

Kompas.com - 08/03/2017, 07:33 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ekonom Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri, menilai, dua tahun pertama pemerintah Jokowi-JK, perekonomian dijalankan secara "ugal-ugalan".

"Dua tahun pertama, Jokowi ini 'ugal-ugalan'. Growth turun, tetapi (target penerimaan) pajak dinaikkan luar biasa," kata Faisal dalam diskusi bertajuk Indonesia's Economic Outlook 2017 di Jakarta, Selasa (7/3/2017) malam.

Faisal mengatakan, pada tahun 2015, pemerintah mematok target penerimaan pajak APBN-P sebesar Rp 1.489 triliun atau 29,8 persen dari realisasi tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1.147 triliun.

Target yang hampir mencapai 30 persen itu, menurut Faisal, mustahil direalisasikan mengingat perekonomian masih melambat.

Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 hanya 5,02 persen, melambat dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 5,58 persen.

Bahkan, kalaupun dilakukan extra effort, dia memperkirakan penerimaan pajak hanya tumbuh sekitar 11 persen.

Pada tahun 2016, pemerintah kembali mematok target penerimaan pajak APBN-P sebesar Rp 1.539 triliun atau 24,11 persen dari realisasi tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1.240 triliun.

Target pertumbuhan 24,11 persen ini cukup ambisius melihat realisasi pertumbuhan ekonomi 2015 kembali melambat, hanya mencapai 4,79 persen dan menjadi pertumbuhan ekonomi terendah sejak 2009.

"Keugal-ugalan" yang diulang ini pun menyebabkan realisasi penerimaan pajak 2016 hanya mencapai Rp 1.284 triliun. Itu pun, kata Faisal, sudah memasukkan penerimaan dari pengampunan pajak yang sebesar Rp 103,3 triliun.

"Jadi, kalau tanpa tax amnesty, penerimaan pajak 2016 hanya Rp 1.180,7 triliun, turun 4,78 persen dibandingkan realisasi 2015," kata Faisal.

Tahun 2017, tax amnesty sudah berakhir. Pemerintah pun mencoba mengoreksi target penerimaan pajak dalam APBN 2017.

"Seolah-olah konservatif, penerimaan dan belanja sama-sama turun. Tetapi, ternyata, masih agak ugal-ugalan," kata Faisal.

Hal itu ia lihat dari sisi belanja yang tidak mempertimbangkan kemampuan anggaran.

Misalnya, untuk proyek kereta cepat ringan atau light rapid transit (LRT), perusahaan pelat merah disuruh membangun terlebih dahulu, baru memikirkan pendanaannya kemudian.

Dia pun menyarankan agar PT Kereta Api Indonesia, yang menjadi salah satu konsorsium, tidak terlalu berharap pada penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 4 triliun sebab sejauh ini belum dianggarkan dalam APBN 2017.

Entah akan dianggarkan dalam APBN perubahan atau tidak. Memang, kata Faisal, utang Indonesia dibandingkan negara-negara lain di dunia relatif rendah.

Akan tetapi, jika waktunya mepet, pasar akan memberikan bunga tinggi dan bisa-bisa bunga utangnya lebih besar dibandingkan dengan belanja modal yang dibutuhkan.

"Lama-lama saya rasa Bu Sri Mulyani pening kepalanya karena rumusnya Pak Jokowi, 'pokoknya'," kata Faisal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rupiah 'Ambles', Pemerintah Sebut Masih Lebih Baik dari Ringgit dan Yuan

Rupiah "Ambles", Pemerintah Sebut Masih Lebih Baik dari Ringgit dan Yuan

Whats New
Perkuat Struktur Pendanaan, KB Bank Terima Fasilitas Pinjaman 300 Juta Dollar AS Dari Korea Development Bank

Perkuat Struktur Pendanaan, KB Bank Terima Fasilitas Pinjaman 300 Juta Dollar AS Dari Korea Development Bank

BrandzView
Menko Airlangga Sebut Indonesia Belum Selesai Hadapi 'Global Shock'

Menko Airlangga Sebut Indonesia Belum Selesai Hadapi "Global Shock"

Whats New
Sanksi Menanti Perusahaan yang Tak Bayar THR Karyawan

Sanksi Menanti Perusahaan yang Tak Bayar THR Karyawan

Whats New
Relaksasi WFH untuk ASN Dinilai Tak Pengaruhi Arus Balik Lebaran

Relaksasi WFH untuk ASN Dinilai Tak Pengaruhi Arus Balik Lebaran

Whats New
Kemenaker Terima 1.475 Aduan Masalah THR, Paling Banyak terkait THR Tidak Dibayar

Kemenaker Terima 1.475 Aduan Masalah THR, Paling Banyak terkait THR Tidak Dibayar

Whats New
Menteri PUPR: Pemindahan ASN ke IKN Setelah Upacara 17 Agustus

Menteri PUPR: Pemindahan ASN ke IKN Setelah Upacara 17 Agustus

Whats New
IHSG Ambles, BEI: Tensi Geopolitik Pengaruhi Pergerakan Indeks

IHSG Ambles, BEI: Tensi Geopolitik Pengaruhi Pergerakan Indeks

Whats New
Ekonomi Indonesia Dinilai Cukup Kuat Redam Dampak Potensi Konflik Pascaserangan Iran

Ekonomi Indonesia Dinilai Cukup Kuat Redam Dampak Potensi Konflik Pascaserangan Iran

Whats New
Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BRI hingga CIMB Niaga

Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BRI hingga CIMB Niaga

Whats New
Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 16 April 2024

Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 16 April 2024

Spend Smart
'Skenario' Konflik Iran dan Israel yang Bakal Pengaruhi Harga Minyak Dunia

"Skenario" Konflik Iran dan Israel yang Bakal Pengaruhi Harga Minyak Dunia

Whats New
Ekonomi China Tumbuh 5,3 Persen pada Kuartal I-2024

Ekonomi China Tumbuh 5,3 Persen pada Kuartal I-2024

Whats New
Resmi Melantai di BEI, Saham MHKI Ambles 9,3 Persen

Resmi Melantai di BEI, Saham MHKI Ambles 9,3 Persen

Whats New
Harga Bahan Pokok Selasa 16 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Harga Bahan Pokok Selasa 16 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com