Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Impian Mentan Amran Wujudkan Wilayah Perbatasan Jadi Lumbung Pangan

Kompas.com - 10/04/2017, 20:55 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mengatasi persoalan bahan pangan ilegal yang masuk dari negara tetangga tidak bisa melalui pendekatan hukum semata. Sebab, bahan pangan ilegal tersebut masuk melalui jalur-jalur tikus yang luput dari pantauan aparat keamanan.

Menurut Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, ada cara khusus yang dilakukan pemerintah guna menghambat perdagangan bahan pangan ilegal di wilayah perbatasan. Salah satu caranya adalah membangun lahan-lahan pertanian di wilayah perbatasan Indonesia.

Dengan pengembangan sektor pertanian, akan menutup secara perlahan akses perdagangan ilegal bahan pangan ke Indonesia, karena wilayah tersebut telah mampu memproduksi secara mandiri.

Selain itu, pengembangan pertanian juga membangun ekonomi masyarakat perbatasan melalui komoditas strategis yang akan di ekspor ke negara tetangga.

"Di perbatasan, beras selundupan, bawang selundupan, semua selundupan. Saya katakan buka selebar-lebarnya jalur tikus. Lalu kami kami kirimkan (bantuan) traktor, dan saat ini ada 3.000-4.000 hektar (lahan pertanian perbatasan)," ujar Amran di Balai Kartini, Jakarta, Senin (10/4/2017).

Menurut Amran, wilayah-wilayah perbatasan diberi bantuan berupa sarana produksi pertanian dan didorong agar mampu memproduksi pangan untuk kebutuhan sendiri, dan bisa diekspor ke negara tetangga.  

"Perbatasan Singapura dan Kepulauan Riau, dulu enggak pernah kenal (panen) padi, enggak kenal (panen) bawang. Tapi sekarang kami diundang buat panen lagi. Dulu ada selundupan dari Singapura ke Indonesia, bawang, sayur, beras," kata Amran.

Amran mengaku heran dengan kejadian tersebut, Singapura yang notabene negara kecil dan tak memiliki lahan pertanian bisa mengirim bahan pangan ilegal ke Indonesia. "Singapura nggak punya sawah kok ada selundupan dari sana. Karena kita (wilayah perbatasan) tidak produksi. Indonesia ini negara besar, maka kita bangun di perbatasan," ungkap Mentan.

Berdasarkan data Badan Karantina Kementerian Pertanian, sejumlah produk pangan yang masuk ke Indonesia secara ilegal pada tahun 2016 memiliki total nilai ekonomi sebesar Rp 96 miliar.

Kepala Badan Karatina Pertanian Kementan Banun Harpini mengungkapkan, perdagangan antar wilayah negara masih memiliki tantangan yang besar. Selain keamanan pangan, juga faktor pengamanan wilayah perbatasan yang melibatkan aparat keamanan.

Selama tahun 2016 pihaknya menemukan sejumlah praktik pangan ilegal yang masuk ke Indonesia. Beberapa pangan ilegal antara lain bawang merah sebanyak 1.669.583 kilogram (kg) yang masuk sebanyak 102 kali.

Kemudian beras sebanyak 723.700 kg sebanyak 9 kali, daging sebanyak 160.269 kg sebanyak 14 kali, daging bebek sebanyak 3.100 kg dan produk pangan lainnya.

Sementara itu, Mentan Amran menargetkan agar setiap wilayah perbatasan dapat mengekspor produk pertanian ke negara tetangga, dan diharapkan negara tetangga akan menggantungkan pasokan bahan pangan dari Indonesia.

Dengan demikian, cita-cita Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045 bisa terlaksana. "Kami upayakan seluruh perbatasan agar ekspor. Kepulauan Riau selesaikan Singapura, Entikong selesaikan Malaysia, Belu ke Malaka, Nusa Tenggara Timur ke Timor Leste, Filipina dari Maluku. Papua ke Papua Nugini. Ada 10 negara yang kami targetkan dapat bergantung pada daerah perbatasan di Indonesia," jelas Amran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com