Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Ketika Opini Audit BPK Tak Lagi Bermakna

Kompas.com - 31/05/2017, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada laporan keuangan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) tahun 2010 dan 2011. Opini WDP merupakan opini audit akuntansi yang paling bagus setelah opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Opini WDP diberikan karena sebagian besar informasi dalam laporan keuangan Kemenpora tahun 2010 dan 2011 dinilai bebas dari salah saji material.  Memang ada ketidakwajaran dalam item tertentu, namun ketidakwajaran tersebut tidak memengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.

Belakangan diketahui terjadi penyelewengan anggaran yang cukup signifikan di Kemenpora pada tahun buku 2010 – 2011. Hasil penyidikan KPK tahun 2013 menyimpulkan telah terjadi kerugian negara sebesar Rp 471 miliar dalam proyek pembangunan sarana olahraga terpadu di Hambalang Bogor yang dilaksanakan Kemenpora dalam kurun 2010 – 2011.

Pertanyaannya, mengapa BPK memberikan opini WDP pada laporan keuangan Kemenpora tahun 2010 dan 2011 yang sarat penyelewengan? Mengapa BPK tidak memberikan Opini Tidak Wajar (TW) terhadap laporan keuangan tersebut?

Opini Tidak Wajar merupakan opini terburuk. Opini ini diterbitkan jika laporan keuangan mengandung salah saji material atau dengan kata lain laporan keuangan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya.

Jika laporan keuangan mendapatkan opini jenis ini, berarti auditor meyakini laporan keuangan tersebut diragukan kebenarannya sehingga bisa menyesatkan pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan.

Apakah karena BPK tidak bisa mendeteksi adanya penyelewengan anggaran atau ada sebab lain?

Sepertinya tidak mungkin jika BPK tidak mampu mendeteksi adanya penyelewengan anggaran saat melakukan audit. Sebab, BPK bisa menelusuri seluruh transaksi keuangan dan menilai kewajarannya. Kalaupun laporan keuangannya direkayasa, dengan pengalaman dan kemahirannya, BPK pasti bisa mengetahuinya.

Masih banyak contoh yang menunjukkan ketidaksinkronan antara opini audit yang diberikan BPK dengan kondisi yang sebenarnya. Kalau begitu, apa gunanya audit laporan keuangan jika tidak bisa mendeteksi adanya penyelewengan anggaran? Bukankah audit dilakukan untuk memastikan anggaran sudah digunakan dengan sebenar-benarnya?

Dengan kondisi itu, wajar saja kemudian muncul banyak dugaan bahwa pemberian opini oleh BPK telah diperjualbelikan. Kementerian, lembaga pemerintah, pemerintah daerah (pemda), dan BUMN tentu menginginkan agar laporan keuangan institusinya mendapat predikat WTP atau sekurangnya WDP.

Sebab, predikat WTP akan memberikan kebanggaan dan menjadi tolak ukur keberhasilan sebuah institusi dalam mengelola anggarannya.

WTP merupakan predikat terbaik yang bisa diberikan terhadap laporan keuangan. Opini ini diterbitkan jika laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material.

Jika laporan keuangan diberikan opini jenis ini, artinya auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, institusi yang bersangkutan dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik.

Di sisi lain, BPK memonopoli pemberian opini untuk laporan keuangan kementerian, lembaga negara, pemda, dan BUMN. Tak ada pihak yang mengawasi atau menjadi pembanding kerja BPK. Kewenangan besar BPK yang tanpa pengawasan dan tuntutan kementerian/lembaga (KL) mendapatkan WTP akhirnya melahirkan praktik koruptif.

KOMPAS/PRIYOMBODO Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperlihatkan barang bukti uang dan dokumen hasil operasi tangkap tangan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/5). KPK menangkap sejumlah orang yang diduga terlibat suap dari pejabat di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi kepada pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pemberian status wajar tanpa pengecualian kepada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Konferensi Pers dihadiri oleh Ketua KPK Agus Rahardjo (dua kiri), Wakil ketua KPK Laode M Syarif (kiri), Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara (kanan), Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar( kedua kanan), serta juru bicara KPK Febri Diansyah. Kompas/Priyombodo (PRI) 27-05-2017

Seiring waktu, satu persatu kasus jual beli opini terungkap. Pada 2010, dua auditor BPK Provinsi Jawa Barat, Enang Hernawan dan Suharto, divonis empat tahun penjara karena terbukti menerima suap sebesar Rp 400 juta dari Wali Kota Bekasi Mochtar Mohammad dengan maksud memberikan opini WTP terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Bekasi tahun 2009. 

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Tinjau Bandara Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, Menhub: Kembangkan Ekonomi di Mandailing Natal

Tinjau Bandara Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, Menhub: Kembangkan Ekonomi di Mandailing Natal

Whats New
Apa Itu KIP Kuliah? Ini Arti, Rincian Bantuan, hingga Cara Daftarnya

Apa Itu KIP Kuliah? Ini Arti, Rincian Bantuan, hingga Cara Daftarnya

Whats New
Info Limit Tarik Tunai Mandiri Kartu Silver dan Gold di ATM

Info Limit Tarik Tunai Mandiri Kartu Silver dan Gold di ATM

Earn Smart
TUGU Tebar Dividen Rp 123,26 Per Saham, Simak Jadwalnya

TUGU Tebar Dividen Rp 123,26 Per Saham, Simak Jadwalnya

Whats New
Era Suku Bunga Tinggi, Jago Syariah Buka Kemungkinan Penyesuaian Bagi Hasil Deposito

Era Suku Bunga Tinggi, Jago Syariah Buka Kemungkinan Penyesuaian Bagi Hasil Deposito

Whats New
Bank Neo Commerce Tunjuk Eri Budiono Jadi Dirut Baru

Bank Neo Commerce Tunjuk Eri Budiono Jadi Dirut Baru

Whats New
Soal Laba Bank, Ekonom: Masih Tumbuh di Bawah 5 Persen Sudah Sangat Baik

Soal Laba Bank, Ekonom: Masih Tumbuh di Bawah 5 Persen Sudah Sangat Baik

Whats New
Menperin Bantah Investasi Apple di Indonesia Batal

Menperin Bantah Investasi Apple di Indonesia Batal

Whats New
Jago Syariah Jajaki Kerja Sama dengan Fintech Lending

Jago Syariah Jajaki Kerja Sama dengan Fintech Lending

Whats New
Kolaborasi Es Krim Aice dan Teguk, Total Investasi Rp 700 Miliar

Kolaborasi Es Krim Aice dan Teguk, Total Investasi Rp 700 Miliar

Whats New
OJK: Pendapatan Premi di Sektor Asuransi Capai Rp 87,53 Triliun Per Maret 2024

OJK: Pendapatan Premi di Sektor Asuransi Capai Rp 87,53 Triliun Per Maret 2024

Whats New
Sudah Dibuka, Ini Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 67

Sudah Dibuka, Ini Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 67

Whats New
Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Mendag Minta Jastiper Patuhi Aturan

Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Mendag Minta Jastiper Patuhi Aturan

Whats New
Pasca-Lebaran, Kereta Cepat Whoosh Jadi 48 Perjalanan dengan Tarif mulai Rp 150.000

Pasca-Lebaran, Kereta Cepat Whoosh Jadi 48 Perjalanan dengan Tarif mulai Rp 150.000

Whats New
Bagaimana Aturan Perlintasan Kereta Api di Indonesia? Ini Penjelasan KAI

Bagaimana Aturan Perlintasan Kereta Api di Indonesia? Ini Penjelasan KAI

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com