Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Penyimpangan Pengelolaan JICT yang Terindikasi Merugikan Negara

Kompas.com - 13/06/2017, 19:19 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi kerugian keuangan negara pada pengelolaan Jakarta International Container Terminal (JICT) dalam perpanjangan kontrak kerja sama antara PT Pelindo II dengan Hutchison Port Holding (HPH) sebesar Rp 4,08 triliun.

Saat menyanpaikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) kepada pimpinan DPR, Ketua BPK Moermahadi Soerjadjanegara menjelaskan ada berbagai bentuk penyimpangan yang terindikasi merugikan keuangan negara tersebut.

"Meskipun rencana perpanjangan kontrak telah diinisiasi Dirut PT Pelindo II tahun 2011, tapi rencana itu tidak pernah dimasukkan ke dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Pelindo II, serta tidak diinformasikan secara terbuka kepada stakeholders terkait pada Laporan Tahunan 2014," kata Moermahadi, di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (13/6/2017).

Perpanjangan kontrak kerja sama pengelolaan JICT oleh Pelindo II dan HPH dilaksanakan pada tahun 2015, atau sebelum kontrak selesai pada tahun 2019.

Moermahadi menyebut, perpanjangan kontrak dilakukan tanpa permohonan izin konsesi kepada Menteri Perhubungan terlebih dahulu. Kemudian, penunjukan HPH oleh Pelindo II disebut-sebut dilakukan tanpa melalui mekanisme pemilihan mitra yang seharusnya.

"Perpanjangan kontrak kerja sama dilakukan tanpa melalui persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS) dan persetujuan dari Menteri BUMN," kata Moermahadi.

Selain itu, Pelindo II dalam menunjuk Deutsche Bank sebagai financial advisor ditengarai melalui cara yang bertentangan dengan aturan yang berlaku.

Hasil pekerjaan Deutsche Bank berupa valuasi nilai bisnis pengelolaan JICT juga diduga dipersiapkan untuk mendukung tercapainya perpanjangan kontrak kerja sama dengan HPH.

"Direksi PT Pelindo II tidak memiliki owner estimate sebagai acuan dalam menilai penawaran dari HPH. Penilaian penawaran diserahkan kepada Deutsche Bank," kata Moermahadi.

Kemudian Biro Pengadaan Pelindo II diduga meloloskan Deutsche Bank sebagai financial advisor, meskipun tak lulus dalam evaluasi administrasi. Deutsche Bank terindikasi melakukan conflict of interest.

Selain sebagai financial advisor, Deutsche Bank juga merangkap pekerjaan sebagai negosiator, lender dan arranger. Lalu commercial terms antara Pelindo II dan HPH untuk pengelolaan JICT telah disepakati.

Meskipun valuasi bisnis yang seharusnya dijadikan sebagai bahan pertimbangan belum disiapkan oleh Deutsche Bank atau financial advisor.

"Valuasi bisnis perpanjangan kontrak kerja sama yang dibuat oleh Deutsche Bank diduga diarahkan untuk mendukung opsi perpanjangan dengan mitra lama atau HPH tanpa mempertimbangkan opsi pengelolaan sendiri," kata Moermahadi.

Terakhir, dalam melakukan valuasi, Deutsche Bank diduga menggunakan dasar perhitungan yang tidak valid. Akibatnya, nilai upront fee yang diterima lebih rendah dari nilai yang seharusnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com