Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tas Rumput Mawar Tembus Jepang dan Amerika

Kompas.com - 07/07/2013, 11:48 WIB

KOMPAS.com -
Rumput liar di hutan Lombok dan Sumbawa memberi jawaban bagi warga yang ingin meningkatkan kesejahteraan. Rumput diolah menjadi nampan, tatakan piring, keranjang, tempat perhiasan, hingga tas-tas yang memenuhi selera mode perempuan masa kini.

Kuat seperti rotan dan tahan terhadap rayap membuat kerajinan dari rumput yang disebut ketak ini memiliki keunikan. Tidak heran, jika kerajinan ketak pernah mendapat anugerah dari organisasi di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNESCO Award, saat Trade Expo di Jakarta tahun 2010.

Mawar Yanti (32) awalnya hanya membantu usaha kakaknya, Seni, yang sudah lebih dulu membuat kerajinan dari rumput ketak. Pada tahun 1999, ia merintis usaha kerajinan rumput ketak bersama sang suami, Suhartono, dan diberi nama Mawar Art Shop.

”Kebiasaan membuat kerajinan dari rumput ketak sudah ada sejak lama ada di daerah ini,” kata Mawar.

Ia melihat perajin setempat di Dusun Nyurbaya Gawah, Desa Batu Mekar, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, rajin berproduksi, tetapi abai dalam pemasaran dan produksi. Mereka sekadar menunggu pembeli singgah di art shop atau pasar seni.

KOMPAS/SRI REJEKI Nawar Yanti


Art shop di kampung ini merupakan ruang pajang yang ditempatkan di depan rumah masing-masing. Saat serangan Bom Bali tahun 2002, toko kerajinan di kampung itu berguguran karena kehilangan pembeli. Toko kerajinan milik Mawar dan kakaknya mampu bertahan karena tidak sekadar menunggu, melainkan menjemput pembeli.

Caranya, mereka rajin mengikuti pameran ke berbagai daerah bersama dinas terkait atau bank pemberi kredit yang memberi stan pameran cuma-cuma. Melalui pameran ini, selain menangguk penghasilan dari penjualan eceran, ia juga mendapat pembeli partai besar, termasuk eksportir.

Sejak dua tahun lalu, tas-tasnya sudah mulai diekspor ke Jepang sebanyak 3.000 buah per tiga bulan. Beberapa pemilik toko kerajinan dari Amerika Serikat, Kanada, dan Australia, juga secara rutin datang dan membeli tasnya.


Upayanya jemput bola membuat usahanya bertahan. Dari 12 toko kerajinan yang pernah ada, kini hanya tinggal milik Mawar dan kakaknya. Pemilik toko kerajinan lainnya sebagian tetap berproduksi, tetapi tidak lagi buka. Mereka memilih menyetor hasil produksinya ke toko kerajinan Mawar atau ke pengepul di Bali. ”Dengan jemput bola, justru lama-lama tamu yang mencari art shop kami di kampung,” kata Mawar.

Sebanyak 75 persen produksinya berupa tas perempuan aneka bentuk, yang dipadu dengan kain tenun atau batik. Sisanya berupa alas piring, nampan, tempat buah, tempat tisu, dan perlengkapan rumah tangga lain.

Beberapa kali produknya diikutkan pada pameran di Tokyo Gift Show dan Seoul Gift Show. Pihaknya juga mendapat pendampingan peningkatan kualitas desain dari Japan External Trade Organization (Jetro) dan dipertemukan dengan pembeli. Selain pernah menerima UNESCO Award, produk Mawar Art Shop juga pernah mendapat Inacraft Award.

Janda Malaysia

Produksi kerajinan ini melibatkan ribuan orang, sebagian besar perempuan. Sebanyak 30 perempuan bekerja di bengkel kerja Mawar. Mereka adalah istri-istri yang ditinggal suaminya bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. Sebagian besar pekerja lainnya membawa pulang bahan baku dan dikerjakan di rumah dengan upah borongan, di bawah koordinasi 10-15 orang.

Upahnya bervariasi, bergantung pada ukuran dan tingkat kerumitan pengerjaan. Misalnya, untuk tas tangan berbentuk keranjang kecil yang dikerjakan 3-4 hari diganjar upah Rp 100.000-Rp 150.000 per buah. Kebanyakan mengerjakannya sebagai sampingan setelah selesai memasak dan bebersih rumah atau bekerja di sawah.

”Banyak dari ’janda-janda Malaysia’ ini, istilah kami untuk istri yang ditinggal suaminya menjadi TKI di Malaysia, hanya mendapat kiriman uang enam bulan sekali. Tentu susah sekali mengatur keuangan keluarga dengan kondisi seperti itu. Dengan membuat kerajinan ketak, mereka bisa mendapat tambahan penghasilan,” kata Mawar.

Produksi tas rumput Mawar setiap bulannya mencapai 1.500 buah per bulan dengan harga jual Rp 150.000-Rp 1,5 juta per buah. Semakin rapat anyaman rumput, harga barang jadinya semakin mahal karena semakin lama dan sulit pengerjaannya.

Cara mengolah rumput ketak, rumput yang sebenarnya termasuk jenis pakis ini, dibelah lantas dikeluarkan intinya lalu diserut sesuai ukuran yang diinginkan. Setelah kering baru dianyam menjadi barang kerajinan. Baik bagian luar maupun inti rumput dapat dianyam. Peralatan yang digunakan sederhana, yakni pisau dapur, pisau serut, dan kulit bekas baterai untuk menyeragamkan ukuran rumput. ()

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com