"(Kita) belum krisis ekonomi dan moneter," kata Firmansyah di Istana, Jakarta, Kamis (29/8/2013). Sebagai gambaran, dia membandingkannya dengan situasi krisis keuangan Indonesia pada 2008. Saat itu, posisi BI Rate adalah 9,55 persen.
"(Namun) kondisi saat ini terus kami waspadai. Tetapi kalau dibilang krisis, jawabannya tidak," Firmansyah menegaskan. Menurut dia, sektor riil dan konsumsi masih tumbuh positif.
Firmansyah menyebutkan, pemerintah terus melakukan beragam upaya dari sisi fiskal, seperti mendorong investasi dan ekspor serta memberi substitusi impor.
Untuk mendongkrak daya beli masyarakat, kata dia, pemerintah berupaya meningkatkan pengelolaan pasokan kebutuhan pokok dan menjaga penyerapan tenaga kerja. "Terus menjaga pertumbuhan ekonomi," sebut dia.
Firmansyah pun berpendapat, kenaikan BI Rate belum akan berdampak langsung pada kredit perbankan. "Belum, kredit di sektor mikro masih tumbuh tinggi," tepis dia.
Bank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) Tambahan, Kamis (29/9/2013), menaikkan BI Rate dari posisi 6,5 persen per 11 Juli 2013 menjadi 7 persen. Meski disebut kenaikan ini mendapat respons positif pasar yang terindikasi dari kenaikan indeks bursa dan penguatan tipis rupiah, tetap ada kekhawatiran bahwa kredit akan melambat karena suku bunga perbankan "terseret" kenaikan BI Rate.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.