Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/10/2013, 11:01 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Penelitian atau riset menjadi salah satu instrumen untuk menambah keanekaragaman hayati dan ketersediaan tanaman pangan. Namun sayangnya, sejauh ini Kementerian Pertanian (Kementan) merasakan kurang ada sinergi antar lembaga penelitian, pun dengan lembaga pemerintah non penelitian.

Peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Kementerian Pertanian, M Sabran kepada Kompas.com, Selasa (8/10/2013), mengatakan, sebenarnya Balitbang Kementan memiliki sejumlah proyek yang bisa dikerjakan bersama. Namun sayangnya, itu belum pun sesuai harapan.

“Sinergi antar lembaga pemerintah yang bukan penelitian seperti KLH (Kementerian Lingkungan Hidup) itu juga belum bagus,” akunya.

Sabran mengemukakan, hal tersebut menjadi tantangan dalam mengembangkan keanekaragaman hayati serta meningkatkan ketersediaan tanaman pangan. Pasalnya, Balitbang Kementan tidak bisa berjalan sendiri tanpa kerjasama dengan pihak luar, antara lain kendala biaya riset yang cukup besar.

Kendala lainnya adalah belum adanya payung hukum untuk melindungi para pihak terkait. Sabran menuturkan, salah satunya bisa dilihat dari belum optimalnya peran LIPI dan Balitbang Kementan dalam melakukan penelitian dan pengembangan tanaman pangan.

Ia mengatakan, dengan belum adanya payung hukum tersebut, manfaat dari tugas-tugas LIPI dan Balitbang Kementan yang memang berbeda menjadi tidak maksimal. “LIPI, mereka tidak interest melepas varietas. Mereka hanya mengumpulkan, mengklasifikasi menyimpan, karena tugas mereka memang itu. Kalau Balitbang Kementan menghasilkan dan kemudian melepas varietas untuk dimanfaatkan petani. Tugasnya memang beda, tapi kan informasi ini seharusnya nyambung terus,” tuturnya.

Selama ini, kalaupun ada kerjasama masih berdasarkan hubungan personal yang baik. Sabran mengatakan, hal ini sangat ironis karena menurutnya lebih mudah bekerjasama dengan pihak asing, daripada dengan pihak dalam negeri.  “Kadang-kadang kita lebih erat bekerjasama dengan pihak luar negeri dari pada dengan teman sendiri, itu memang tantangannya,” kata Sabran.

Ditanya soal koleksi LIPI yang bisa dikembangkan Balitbang Kementan, Sabran meyakini ada sejumlah tanaman pangan yang potensial, seperti pisang. Namun itu sulit, mengingat tidak ada payung hukum yang mengatur soal siapa yang mengoleksi, mengembangkan, dan memberikan nilai tambah sampai komoditas tersebut bisa dikomersialisasi.

“Memang kesulitannya tidak ada payung hukum. Kadang-kadang kalau pertemanannya bagus dikasih. Kalau tidak ya mereka bilang itu milik kami. Kalau sudah ada UU (UU PSDG) harapannya bisa mengembangkan koleksi-koleksi itu,” ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com