Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Moneter Harus Diimbangi Kebijakan Sektor Riil

Kompas.com - 03/12/2013, 10:07 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi perekonomian Indonesia saat ini, kebijakan moneter harus diimbangi oleh kebijakan sektor riil.  Ekonom Destry Damayanti mengatakan, dari sisi kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) telah sangat reponsif dengan apa yang terjadi saat ini. Namun, masalah yang saat ini terjadi adalah bersifat fundamental dan bukan bersifat temporer yang dapat diselesaikan dengan kebijakan dari BI saja.

"Sejauh ini BI cepat sekali merespon apa yang sekarang terjadi, current account deficit, pertumbuhan ekonomi yang eksesif, jadi kita harus ada normalisasi. BI sudah melakukan dengan tepat, yaitu dengan tightening monetary policy dengan menaikkan suku bunga dan yang saya sangat appreciate adalah financial deepening yang dilakukan oleh BI. Kita melihat sangat positif karena BI cepat responsif, cuma pada kenyataanya permasalahannya sebenarnya adalah masalah fundamental," kata Destry di Jakarta, Senin (2/12/2013).

Lebih lanjut, Destry mengungkapkan, kebijakan moneter yang diambil BI memang merupakan "obat" bagi ekonomi RI saat ini. Namun, kebijakan moneter tersebut tak akan bisa menyelesaikan masalah bila tidak diimbangi kebijakan sektor riil.

"Sekarang kebijakan sektor riilnya apa? Sebenarnya bulan Agustus kita sudah melihat paket komprehensif yang dikeluarkan pemerintah, BI, dan OJK. Tapi yang kami soroti, yaitu berkaitan dengan mengurangi impor. Impor yang diturunkan ternyata untuk barang mewah. Padahal barang mewah impornya sangat kecil. Jadi sebenarnya itu nggak nendang," jelasnya.

Ia mencontoh India yang menerapkan kebijakannya berupa menekan impor yang jumlahnya terbesar di sana, yakni minyak dan emas. Destry mengatakan kebijakan tersebut dampaknya cukup signifikan.

"Di minyak berapa kali harga dinaikkan di sana. Kemudian emas, mereka menaikkan pajak impor untuk emas dan ada kuota, sehingga dampaknya bisa signifikan," jelas Destry.

Destry mengatakan, ke depan pemerintah harus lebih berupaya mengidentifikasi sektor atau industri mana yang menyerap impor besar dan ternyata hanya memanfaatkan pasar domestik. "Karena impor denga dollar AS, sementara dipasarkannya domestik, dia dapat rupiah nanti bayar dollarnya dia harus ambil lagi dari pasar kita. Ini kan nggak match," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KAI Bakal Terima 1 Rangkaian Kereta LRT Jabodebek yang Diperbaiki INKA

KAI Bakal Terima 1 Rangkaian Kereta LRT Jabodebek yang Diperbaiki INKA

Whats New
BTN Relokasi Kantor Cabang di Cirebon, Bidik Potensi Industri Properti

BTN Relokasi Kantor Cabang di Cirebon, Bidik Potensi Industri Properti

Whats New
Pengelola Gedung Perkantoran Wisma 46 Ajak 'Tenant' Donasi ke Panti Asuhan

Pengelola Gedung Perkantoran Wisma 46 Ajak "Tenant" Donasi ke Panti Asuhan

Whats New
Shell Dikabarkan Bakal Lepas Bisnis SPBU di Malaysia ke Saudi Aramco

Shell Dikabarkan Bakal Lepas Bisnis SPBU di Malaysia ke Saudi Aramco

Whats New
Utang Rafaksi Tak Kunjung Dibayar, Pengusaha Ritel Minta Kepastian

Utang Rafaksi Tak Kunjung Dibayar, Pengusaha Ritel Minta Kepastian

Whats New
BEI Enggan Buru-buru Suspensi Saham BATA, Ini Sebabnya

BEI Enggan Buru-buru Suspensi Saham BATA, Ini Sebabnya

Whats New
PT Pamapersada Nusantara Buka Lowongan Kerja hingga 10 Mei 2024, Cek Syaratnya

PT Pamapersada Nusantara Buka Lowongan Kerja hingga 10 Mei 2024, Cek Syaratnya

Work Smart
Koperasi dan SDGs, Navigasi untuk Pemerintahan Mendatang

Koperasi dan SDGs, Navigasi untuk Pemerintahan Mendatang

Whats New
Cadangan Devisa RI  Turun Jadi 136,2 Miliar Dollar AS, Ini Penyebabnya

Cadangan Devisa RI Turun Jadi 136,2 Miliar Dollar AS, Ini Penyebabnya

Whats New
Bea Cukai Klarifikasi Kasus TKW Beli Cokelat Rp 1 Juta Kena Pajak Rp 9 Juta

Bea Cukai Klarifikasi Kasus TKW Beli Cokelat Rp 1 Juta Kena Pajak Rp 9 Juta

Whats New
Luhut Optimistis Upacara HUT RI Ke-79 Bisa Dilaksanakan di IKN

Luhut Optimistis Upacara HUT RI Ke-79 Bisa Dilaksanakan di IKN

Whats New
Perkuat Distribusi, Nestlé Indonesia Dukung PT Rukun Mitra Sejati Perluas Jaringan di Banda Aceh

Perkuat Distribusi, Nestlé Indonesia Dukung PT Rukun Mitra Sejati Perluas Jaringan di Banda Aceh

BrandzView
Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BRI hingga CIMB Niaga

Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BRI hingga CIMB Niaga

Whats New
Harga Emas Dunia Turun di Tengah Penantian Pasar

Harga Emas Dunia Turun di Tengah Penantian Pasar

Whats New
Resmi Melantai di BEI, Saham Emiten Aspal SOLA Naik 30 Persen

Resmi Melantai di BEI, Saham Emiten Aspal SOLA Naik 30 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com