Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Harus Bergabung dengan India Tolak WTO

Kompas.com - 06/12/2013, 08:40 WIB
Suhartono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Indonesia harus bergabung dengan India yang menolak negosiasi volume dan subsidi cadangan pangan dalam forum Konferensi Tingkat Menteri Ke-9 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Jika perlu Indonesia mempelopori negara-negara lain untuk memboikot apa yang dipaksakan dari negara-negara maju dengan dalih perdagangan bebas.

Hal itu diutarakan anggota DPR asal Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka, Kamis (5/12) malam, yang pernah bertemu dengan delegasi India dalam pertemuan Parlemen Asia di Bangkok, Thailand, baru-baru ini.

"Mereka, waktu itu, berani menyatakan sikapnya terhadap WTO, seperti yang mereka sampaikan waktu di pertemuan Bali pada Rabu (4/12/2013) kemarin. Mereka datang ke WTO tidak untuk membuat kesepakatan, tetapi untuk kepentingan sebagian rakyat India yang masih dililit kemiskinan. Oleh sebab itu, Indonesia harus bergabung dengan India," tandasnya di Gedung DPR, Senayan.

"Sebenarnya, apa yang kita harus takuti jika kita menolak negosiasi seperti India? Bukankah kemelaratan sebagian rakyat kita selama ini akibat ketergantungan terhadap pangan impor dan akibat dari terus dikuranginya subsidi terhadap petani. Jika kita mengikuti kemauan mereka, itu sama seperti menyembelih rakyatnya sendiri pelan-pelan. Bergabunglah dengan India dan negara-negara lain untuk menentang premanisme free trade. Jangan takut kehilangan muka karena tak ditemui kesepakatan yang harus tunduk pada negara-negara maju," tambahnya.

Menurut Rieke, Indonesia membutuhkan fair trade yang berkeadilan sosial untuk menyelamatkan rakyat. "Salah satu yang harusnya menjadi rekomendasi WTO, bukan dipaksakannya pencabutan subsidi di negara-negara berkembang, tetapi justru jaminan sosial yang harusnya dipastikan harus diterima rakyat," jelasnya.

"Ketergantungan pada pangan impor selama ini menjadi salah satu petaka bagi kehidupan rakyat. Apalagi jika impor merambah pada pangan yang semestinya tak perlu diimpor. Sebab, dalam negeri sesungguhnya punya potensi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri," tambahnya.

Selama ini, lanjut Rieke, Indonesia dilanda ketergantungan akut tak hanya terhadap pangan impor dan konsumsi, tetapi juga pada bibit pangan dan cadangan pangan. "Ketidakmampuan petani memproduksi pangan, penyusutan lahan pertanian, dan berbagai problem menyangkut isu pangan bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Semua hal itu terkait dengan pangan yang didiktekan dengan dalih pasar bebas," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Transformasi Digital, BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

Transformasi Digital, BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

Whats New
Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Whats New
SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

Whats New
Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Whats New
Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Whats New
Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Whats New
BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

Whats New
Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com