Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom: Siapapun Presidennya, Surat Akuisisi BTN Diminta Dicabut

Kompas.com - 28/04/2014, 20:10 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Meski Menteri BUMN Dahlan Iskan kecewa dengan ditundanya akuisisi PT Bank Tabungan Negara, pengamat ekonomi yang juga mantan Menko Perekonomian, Rizal Ramli justru meminta agar aksi korporasi tersebut dibatalkan.

"Nanti kalau Presidennya Prabowo, saya ngomong (akuisisi) jangan dilanjutkan. Nanti kalau Presidennya Jokowi, saya ngomong jangan dilanjutkan. Ada cara yang lebih cerdas daripada (Mandiri) makan adik sendiri (BTN)," kata Rizal ditemui usai diskusi di Jakarta, Senin (28/4/2014).

Mantan Menteri Koordinator Bidang perekonomian era Abdurrahman Wahid, itu menyayangkan jika BTN harus diakuisisi. Pasalnya, BTN menjadi perbankan yang krusial untuk segmen menengah ke bawah.

Meskipun ditunda, Rizal Ramli juga meminta agar BTN berbenah. Salah satunya agar perseroan mampu menurunkan risiko kredit macet dari 4,75 persen menjadi di level 2 persen. "Saya minta sama karyawan harus kerja keras turunkan jadi 2 persen dan mereka setuju," ujarnya.

Rizal juga mengatakan, BTN harus melakukan pembenahan dalam hal pembiayaan jangka panjang. Saat ini komposisi pembiayaan jangka panjang BTN hanya 10 persen. "Ini berbahaya karena BTN itu kan kasih kreditnya 10-20 tahun," ujarnya.

Untuk menghindari missmatch, dia telah meminta kepada direksi BTN agar bisa mengeluarkan surat utang jangka panjang. Setidaknya, agar pembiayaan jangka panjang porsinya naik menjadi 25 persen.

Selain itu, dia juga mengingatkan direksi BTN agar tidak sok-sokan membuat anjungan tunai mandiri (ATM), lantaran memakan biaya operasional yang tak sedikit. Lebih baik, kata dia, BTN menyewa ATM-nya BRI atau Mandiri.

"Nanti bayar fee, dan kan (BRI dan Mandiri) banyak di seluruh Indonesia, jadi bisa dapat penerimaan dari fee. Jadi benahi saja BTN," kata dia.

"Pak Dahlan jangan cari gampangnya saja. Dan saya terimakasih sama Pak Presiden SBY dan Sekab Dipo yang menolak untuk melakukan akuisisi. Ini (akuisisi) cara gampang dan kurang cerdas," tukasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com